Rabu, 30 November 2011

Tema: “Melalui HARLA KOHATI Perkuat Ukhuwah, Bersihkan Hati di Bulan Yang Suci”


Oleh: Rosdiana

KOHATI
KOHATI singkatan dari Korp HMI-Wati (pasal 1 ayat a PDK), yang didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H bertepatan dengan tanggal 17 September 1966 pada Kongres VIII di Solo (pasal 2 ayat a PDK). KOHATI bertujuan (pasal 3) terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita (akademis, pencipta, pengabdi, bernafaskan islam, bertanggungjawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur). KOHATI berfungsi sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader dalam wacana dan dinamika keperempuan (pasal 6 PDK). Peran KOHATI (pasal 7 PDK) adalah sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.
Gagasan pembentukan KOHATI lahir pas musyawarah kerja HMI jaya pada tanggal 12 desember 1965 dengan maksud lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota HMI Putri dan ikut serta dalam melaksanakan cita-cita perjuangan bangsa melalui satu wadah dan membentuk HMI-Wati menjadi kader-kader yang peduli pada organisasi kemasyarakatan, sosial politik serta bidang kewanitaan.
Kemudian KOHATI dikukuhkan dengan Surat Keputusan No. 239/A/Sek/1966 tertanggal 11 juni tentang pembentukan Korp HMI-Wati. Untuk sementara korp ini dibentuk daalam tingkatan cabang, komisariat dan rayon dengan status semi otonom. Pembentukan KOHATI secara nasional dilaksanakan pada kongres VIII HMI di Surakarta tanggal 10-17 september 1966, dalam sub komisi musyawarah HMI-Wati telah memtuskan mendirikan Korps HMI-Wati disingkat KOHATI tanggal 17 september 1966. Dalam buku lain dijelaskan latar belakang berdirinya KOHATI karena situasi politik akibat meletusnya Gestapu/PKI. Untuk mempersatukan seluruh guna menumpas kekuatan gerakan 30 september, muncullah kesatuan kesatuan aksi termasuk Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Dan sebagai perwakilan HMI-Wati dibentuklah KOHATI. Selain itu situasi intern HMI sendiri, didirikan lembaga-lembaga khusus yang bertujuan mengembangkan keahlian dari anggotanya. Lahirlah KOHATI dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan serta pembinaan HMI-Wati di bidang kewanitaan baik intern maupun ekstern HMI.
Agusalim dalam makalah yang disampaikan pada seminar sejarah KOHATI di Yogyakarta 19-20 november 1982, memaparkan bahwa yang menjadi latar belakang berdirinya KOHATI adalah :
  1. karena semangat dan jiwa islam yang tertanam pada setiap anggota HMI- Wati yang menempatkan wanita pada tempat wajar.
  2. karena semangat dan realisasi emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh RA Kartini.
  3. karena tuntutan HMI sendiri, karena secara kuantitas maupun kualitas memungkinkan sekali mendirikan KOHATI sebagai badan khusus yang bergerak di bidang kewanitaan.
  4. kondisi intern yaitu dengan berdirinya sebagai korp di kalangan angkatan bersenjata, memacu semangat HMI-Wati mendirikan wadah sejenis.
  5. faktor politik, agar HMI-Wati ikut bersama kelompok wanita lain bekerjasama menumpas Gestapu/ PKI.
  6. karena berdirinya lembaga –lembaga khusus dalam HMI seperti LDMI, LKMI, LSMI, LPMI, LAPMI, dan lain lain.
  7. dalam rangka peningkatan dan pengembangn kegiatan dan pembinaan HMI-Wati di bidang kewanitaan dalam rangka pembentukan kader HMI-Wati sebagai patriot komplit.
Ada dua alasan mengapa KOHATI menurut Panduan Dasar KOHATI (PDK) pada saat itu didirikannya, yaitu:
  1. Secara internal, departemen keputrian yang waktu itu sudah ada tidak mampu lagi menampung aspirasi para kader HMI-Wati, disamping basic-needs anggota tentang berbagai persoalan keperempuan kurang bisa difasilitasi oleh HMI. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung aspirasi HMI-Wati, diharapkan secara internal, HMI-Wati dapat memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang muncul dari basic-needs anggotanya sendiri (HMI-Wati).
  2. Secara eksternal, HMI mengalami tantangan yang cukup pelik dikaitkan dengan hadirnya lawan “ideologi” HMI yaitu komunisme yang masukk melalui pintu gerakan perempuan (gerwani). Selain itu maraknya pergerakkan keperempuan yang ditandai dengan munculnya organisasi perempuan dengan berbagai variasi bentuk ideologi, pilihan isu, maupun strategi gerakannya membuat HMI harus :merapatkan barisannya” dengan cara terlibat dalam kancah gerakan perempuan berbasis organisasi perempuan.
Atas pertimbangan itulah KOHATI didirikan, dengan terpilihnya Anniswati Rochlan (sekarang dikenal dengan Anniswati M. Kamaluddin) sebagai Ketua Umum KOHATI pertama pada waktu itu.
Sesuai dengan ide dasar pembentukkannya, maka proses pembinaan di KOHATI ditujukan untuk peningkatan kualitas dan peranannya dalam wacana keperempuan. Ini dimaksudkan bahwa ativitas HMI-Wati tidak saja di KOHATI dan HMI, tetapi juga dalam masyarakat luas, terutama dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuan. Dengan demikian, maka jelas bahwa tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HMI.
Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik maka KOHATI harus membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota KOHATI memiliki watak dan kepribadian yang teguh. Kemampuan intelektual, kemampuan profesional serta kemandirian dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Peningkatan kualitas ini, dilakukan KOHATI melalui proses pembinaan yang terencana dan terarah melalui serangkaian aktifitasnya. Dalam lingkup melakukan aktivitas sehari-hari, baik dalam konteks pembinaan kader di lingkup intern HMI maupun dalam konteks perjuangan di lini gerakan perempuan di lingkup ekstern HMI, ada beberapa prinsip-prinsip (kode etik) yang harus dipegang dalam menjalankan aktivitas. Berbagai prinsip atau kode etik tersebut adalah:
  1. Ta’aruf (pengenalan)
  2. Tafahum (saling sefaham)
  3. Ta’awwum (saling tolong menolong)
  4. Takaful (saling berkesinambungan)
MAKNA HARI LAHIR
Beberapa saat lagi, genap sudah 43 tahun KOHATI mewarnai perjalanan HMI, baik intern maupun ekstern. Selama itu banyak hal yang telah tercapai namun banyak juga yang belum terwujud. Setiap lembaga pasti mempunyai hari lahirnya, dan masing-masing punya cara untuk merayakannya.
Hari lahir atau yang lebih akrkrab disebut HARLA adalah waktu intropeksi kembali, melihat ke belakang dan menata masa depan secara lebih baik lagi. HARLA KOHATI tahun ini sungguh luar biasa dan istimewa karena bersamaan dengan bulan suci Ramadhan. HARLA ini adalah sebuah momen yang sangat bersejarah dalam perjalan KOHATI khususnya dan HMI secara umumnya. Yakni sebuah tekad yang bulat untuk mewujudkan tujuan KOHATI sebagai perpanjangan dari tujuan HMI.
Lalu apa makna Hari lahir (HARLA) KOHATI?. Makna HARLA adalah memulai suatu kehidupan yang baru, memulai sesuatu yang baru, sebagaimana awal dalam menjalani cita-cita KOHATI yang dimulai betul-betul dari bawah, dari awal perjalanan berdirinya KOHATI hingga sekarang ini.
Kalau biasanya pada saat HARLA mendapatkan ucapan selamat, dari anggotanya. Namun bagi KOHATI kado terindah adalah para kadernya mampu memanifestasikan apa yang menjadi acuan perjuangan yang tertera dalam PDK dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang melahirkan kader-kader KOHATI yang menjadi jembatan bagi saudara-saudaranya, lingkungannya, terkhusus dirinya pribadi. Selain doa yang indah, tentunya adalah kebersamaan (ukhuwah) yang dilandasi iman, dan kebersihan hati dalam menyikapi persoalan yang akan dihadapi. Inilah yang harus dimiliki para kader KOHATI hari ini, esok dan tentunya selamanya.

POSISI KOHATI DI HMI
Sebagai organisasi kader, misi HMI dapat ‘dibantu’ dikembangkan dalam bidang keperempuanan. Namun perubahan yang mendasar dapat dilakukan dalam suatu wadah pengembangan organisasi, yang di HMI disebut dengan KOHATI. Eksistensi KOHATI menjadi satu hal yang sangat penting, karena ia menjadi “laboratorium hidup” dalam menghasilkan HMIWati yang berkualitas menghadapi masa depan. Kualitas yang dihasilkan adalah kualitas terbaik sebagai seorang putri terhadap orang tuanya, seorang ibu bagi anak-anaknya, seorang istri bagi suaminya kelak, serta menjadi seorang anggota masyarakat.
Adalah suatu hal naif bila dikatakan eksistensinya menjadi kehilangan makna. Di kelompok manapun, suatu kelembagaan berdasarkan segragasi seks niscaya diperlukan. KOHATI (Korp HMI Wati) sebagai sebuah lembaga keperempuanan yang ada di Himpunan Mahasiswa Islam tentulah juga memiliki peran penting dalam pergerakan perempuan di Indonesia. Sejak didirikannya pada tanggal 17 September 1966, peranannya dirasakan bukan hanya di lingkungan internal organisasi, namun pula masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai lembaga perkaderan, KOHATI sesungguhnya memiliki tujuan yang mulia, yakni terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita. Berbagai dinamika perkembangan KOHATI dari periode ke periode menunjukkan karakter dan pencirian yang berbeda-beda. Misalnya saja dapat dilihat pada awal pembentukannya, terdapat tiga semangat yang melatarbelakangi lahirnya KOHATI ini, yakni eksistensi, aktualisasi serta akselerasi.
Eksistensi yang dimaksud adalah adanya suatu semangat dan kesadaran dari kaum hawa untuk dapat menjadi subjek dalam pembangunan bangsa. Sedangkan, aktualisasi bermaksud untuk menyatakan dalam tindakan nyata untuk mengadakan pembaharuan dan perbaikan dalam menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah. Serta, akselerasi adalah semangat dalam melakukan percepatan peran sosiologis dan politis, yang ditunjukkan sebagai lembaga.
Tentulah sejak didirikan, KOHATI mengalami tantangan zaman yang luar biasa mempengaruhinya. Almarhum Anniswati secara luar biasa pula pernah menuliskan bahwa ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita bersama dengan keberadaan lembaga ini. Hal tersebut antara lain peningkatan kualitas KOHATI secara periodik dan kontinue di tingkat pusat, regional dan cabang; kepemimpinan KOHATI yang handal, kompak dan terdiri atas berbagai disiplin ilmu, adanya pemanfaatan para alumniwati di setiap periode bagi perkembangan KOHATI; adanya pembinaan langsung dari HMI; serta berbagai program tukar informasi. Dikatakan luar biasa karena keseluruhan yang disebutkan oleh beliau masih dirasakan sampai sekarang.

UKHWUWAH ISLAMIYAH
Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu Daud)
Diriwayatkan oleh Imam Mlik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku dating ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu ampai dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku berkata,’Demi Alloh aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Alloh tidak lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Alloh aku cintai’. Lalu ia memegang ujung selendangku dan menariknya seraya berkata,’Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw, berabda,”Alloh berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”

Makna Ukhuwah Islamiyah
Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
1.Nikmat Allah (Q.S. 3:103)
2.Perumpamaan tali tasbih (Q.S.43:67)
3.Merupakan arahan Rabbani (Q.S. 8:63)
4.Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)

Perbedaan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Jahiliyah:
Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat Islam
Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan akidah (missal:ikatan keturunan orang tua-anak, perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)

Peringkat-peringkat Ukhuwah:
Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan.
Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim)Ta’awun adalah saling membantu tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran
Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai
2. Memohon didoakan bila berpisah
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Manfaat Ukhuwah Islamiyah
1.      Merasakan lezatnya iman
2.      Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
3.      Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab-sebab permusuhan
Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang0orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada dan cinta, yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain.
Islam menginginkan dengan sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsur, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.

Makna Ukhwuwah Islamiyah
Untuk menggambarkan dalamnya persaudaraan dalam Islam (ukhuwah Islamiyah), Allah SWT menggunakan kata ikhwah, yang berarti ''saudara kandung'' (Q.S. 49: 10).
Ini berbeda dengan ikhwan, yang artinya ''berteman'', sebagaimana digunakan Allah dalam surat Ali 'Imran 103, untuk melukiskan bagaimana suku-suku Arab pada zaman Jahiliyah yang semula bermusuh-musuhan, kemudian bersatu setelah memeluk Islam.
Jadi, setelah berada dalam satu agama, setiap muslim adalah teman bagi yang lain. Dan setelah keislaman itu meningkat, setiap muslim seharusnya dapat memandang muslim lain sebagai saudara kandungnya.
Ukhuwah Islamiyah dapat diwujudkan -- seperti disabdakan Nabi SAW -- antara lain dalam bentuk bahwa seorang muslim harus dapat mencintai muslim lain sebagaimana ia mencintai diri sendiri; bahwa seorang muslim harus dapat merasakan kesulitan yang dialami muslim lain, sebagaimana sakit pada satu anggota tubuh dirasakan oleh seluruh anggota tubuh lain; bahwa seorang muslim harus saling menyokong, sebagaimana satu bagian bangunan menyangga bagian lain.
Di dalam Alquran, Allah SWT meminta agar seorang muslim tidak memusuhi, mencaci, mengolok-olok, dan berburuk sangka kepada muslim lain (Q.S. 49: 9-12). Yang perlu dikembangkan justru sikap saling memaafkan (Q.S. 24: 22). Bahkan sesama muslim perlu saling mendoakan (Q.S. 3: 159) dan awliya', lindung-melindungi (Q.S. 9: 71).
Kita jangan seperti orang kafir yang mengambil Taghut sebagai pelindung, karena mereka berjuang untuk keangkaramurkaan (Q.S. 2: 257 dan 4: 76). Dan kita jangan seperti orang munafik yang saling menyokong justru dalam menganjurkan yang munkar, melarang yang makruf, kikir, dan tak mengindahkan Allah (Q.S. 9: 67).
Persaudaraan Islam menghendaki wujud nyata, yaitu minimal pengorbanan dalam harta benda. ''Jika mereka tobat, mendirikan salat, dan membayar zakat, barulah mereka teman kalian seagama,'' tegas Allah SWT (Q.S. 9: 11). Yang harus dikeluarkan bukan hanya zakat, tapi juga infak (Q.S. 2: 195), yaitu kewajiban keuangan yang besarnya tergandung kerelaan (iman) penyumbang.
Wujud persaudaraan dalam Islam bahkan sampai kepada kesediaan mengorbankan nyawa. Allah berfirman: ''Bagaimana kalian tiadakan berperang di jalan Allah bagi orang-orang tertindas -- laki-laki, perempuan, dan anak-anak itu -- yang berseru, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kota ini, yang penduduknya berbuat zalim. Berilah kami perlindungan dari-Mu. Dan berilah kami pembela''' (Q.S. 4: 75).

Hakikat Ukhuwah yang Sebenarnya
Islam telah memberikan perhatian penuh akan adanya ikatan yang kuat pada sendi-sendi ukhuwah yang melahirkan di dalamnya cinta kerana Allah SWT dan menjadikan ukhuwah sebagai wasilah pengikat jiwa dan hati dan merupakan dasar pokok-pokok keimanan yang tidak akan sempurna keimanan seseorang kecuali dengannya dan tidak akan dapat direalisasikan kecuali dengan keberadaannya; bahkan dijadikan sebagai ikatan yang paling erat dari pokok-pokok keimanan dan kesempurnaan nilai-nilainya. Allah swt berfirman: “Hanyalah orang-orang beriman yang bersaudara”. (QS Al-Hujurat :10).
Dan Nabi saw bersabda: “Seorang muslim adalah saudara dengan muslim lainnya, tidak boleh menzaliminya, tidak membiarkannya, tidak merendahkannya dan tidak menghinakannya” . (Muttafaq alaih).
Dan Nabi saw juga bersabda: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang, cinta kasih dan empati adalah seperti satu tubuh, jika salah satu tubuh darinya mengadu pada suatu penyakit maka anggota tubuh lainnya akan merasa sakit dan demam”. (Muttafaq alaih)
Oleh kerana itulah di antara salah satu rukun dari rukun bai’ah kita adalah ukhuwah, dan di antara salah satu dasar perbaikan sosial secara universal yang dibawa oleh Islam adalah memproklamasikan adanya ukhuwah di antara umat manusia.

Makna Ukhwuwah
Imam al-Muassis (perintis) Hasan Al-Banna semoga Allah merahmatinya berkata: “Yang saya maksudkan dengan ukhuwah adalah : mengikatnya hati-hati dan jiwa-jiwa ini dengan ikatan aqidah, dan aqidah merupakan ikatan yang paling kukuh dan paling mahal harganya, dan ukhuwah adalah saudara keimanan, sementara perpecahan adalah teman dari kekufuran, kekuatan yang utama adalah persatuan dan tidak ada persatuan tanpa cinta, dan cinta yang paling rendah adalah lapang dada, sementara yang paling tinggi adalah itsar(mengutamakan saudaranya).
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (QS Al-Hasyr : 9)
Al-akh yang jujur adalah yang melihat saudaranya lebih utama daripada dirinya sendiri; kerana jika tidak dengan mereka maka dirinya tidak bersama dengan yang lainnya dan jika mereka tidak bersama dengannya maka mereka akan bersama dengan yang lainnya; Sesungguhnya serigala akan makan kambing yang tersesat sendirian”. (HR Abu Daud dan ditashih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Dan nabi bersabda:“Seorang mu’min terhadap mu’min yang lainnya seperti bangunan, saling memperkukuh sebahagiannya dengan sebahagian lainnya”. (Muttafaq alaih) “Dan orang-orang beriman laki-laki dan wanita sebahagian mereka menguatkan sebahagian lainnya”. (QS At-Taubah : 71).Demikianlah Yang Seharusnya Berlaku.

Ukhuwah menurut kami adalah agama, dan jamaah ini masih terus :
1.     Bercita-cita dan bersemangat untuk mewujudkan ukhuwah yang benar dan sempurna di antara mereka.
2.      Bersungguh-sungguh untuk tidak mengeruhkan kemurnian dan kesucian hubungan mereka sedikitpun
3.      Menyedari bahwa ukhuwah dalam agama adalah sebaik-baik wasilah yang dapat mendekatkan diri dengannya kepada Allah.
4.         Tetap memelihara kemuliaan darjat yang tinggi.
5.        Bercita-cita untuk sentiasa memperhatikan hak-haknya sehingga mampu membersihkan hal-hal yang boleh mengeruhkan suasana dan dari bisikan-bisikan syaitan dan para ulama telah menjadikan serendah-serendah darjat ukhuwah adalah berinteraksi dengan saudaranya dengan apa yang dicintai dalam berinteraksi dengannya.
Dan di antara hak-hak ukhuwah adalah sabar terhadap kesalahan al-akh sampai dirinya mampu mengembalikannya kepada kebenaran tanpa diperbesarkan (disiarkan) akan kesalahannya atau menyebarkan kesalahan dan kekeliruannya.
Abu Darda berkata: “Jika saudara kamu berubah dan bertingkahlaku berbeza dari apa yang ada dalam dirinya maka janganlah ditinggalkan kerana hal tersebut; kerana boleh jadi saudara kamu bengkok (salah) pada suatu ketika namun lurus kembali pada ketika yang lain”. Ibrahim An-Nakha’i berkata: “Janganlah engkau memutus hubungan saudara atau meninggalkannya di sisi serigala, kerana boleh jadi suatu kali dirinya salah namun esoknya dapat ditinggalkan”.
Dalam atsar yang lain disebutkan: Nabi Isa berkata kepada al-hawariyun: Bagaimana kamu memperlakukan saudara kamu jika melihatnya tidur lalu angin bertiup dan menyingkap pakaiannya? Mereka menjawab: akan kami singsingkan bajunya dan menutupinya. Nabi Isa berkata: namun kamu akan menyingkapkan auratnya! Mereka berkata: Maha suci Allah! Siapakah yang melakukan demikian? Beliau berkata: Salah seorang dari kamu yang mendengar ucapan tentang saudaranya kemudian ditambah-tambah olehnya dan disebarkannya dengan sesuatu yang lebih darinya”.
Dan bahkan pada ketika berbeza pendapat dengan saudaramu yang lain, maka ikatan ukhuwah seharusnya mampu melindungi mereka dari terjadinya saling membuka aib atau menyebarkan syubhat atau membuat cerita bohong dan hendaknya mereka memelihara ungkapan seorang ulama fiqh iaitu Imam Syafi’i semoga Allah merahmatinya: “Orang yang merdeka adalah orang yang mampu melindungi kasih sayang sesaat, dan patuh pada orang yang memanfaatkannya ucapannya”.
Dan disebutkan : Jika terjadi ghibah (umpatan) maka hilanglah ukhuwah. Begitu indah dan lembut ungkapan seorang salaf yang menyampaikan nasihat kepada saudaranya :
“Sampaikanlah kepada saya; saya telah jahat seperti yang engkau katakan Kerana itu, di manakah kasih sayang dalam ukhuwah Atau jika kamu jahat sebagaimana aku jahat
Maka, dimanakah kurniamu dan kasih sayangmu”.
Dan bukanlah bahagian dari akhlak seorang akh muslim ketika ia selalu menceritakan sebab-sebab keaiban pada ketika ia berbeza pendapat dengan saudaranya atau yang lainnya, atau berusaha meremehkan kelebihannya, atau menghina perbuatan dan pemberiannya. Al-Faruq, Umar bin Al Khattab memberikan satu nasihat: “Janganlah cintamu dijadikan sebagai bebanan, dan jangan jadikan pula marahmu sebagai kehancuran. Kemudian ada yang bertanya: apakah maksudnya? Umar berkata: “Jika kamu mencintai, jangan berlebihan seperti cintanya seorang bayi pada sesuatu secara berlebihan, dan jika kamu marah maka jangan membuatkan kamu senang dengan hancurnya saudara kamu dan celaka”. (HR Bukhari dalam kitab Al Adab).
Hasan bin Ali berkata: “Janganlah kamu berlebihan dalam mencintai sesuatu, dan jangan pula berlebihan dalam membenci sesuatu, dan barangsiapa yang menemukan pada saudaranya tanpa (penutup) maka janganlah disingkap lagi”. Dan di antara hak-hak ukhuwah adalah memberikan nasihat dengan adab-adab syar’i :
1. Jangan diceritakan di depan umum.
2. Jangan disakiti dihadapan khalayak ramai dan pada suatu institusi.
3. Jangan diungkap rahsia dirinya.
4. Jangan dibuat-buat cerita yang dusta.
5. Tidak dibenarkan penggunaan segala cara terhadap suatu kesalahan.
6. Tidak ada “mujamalah” dalam menghitung suatu kebenaran.
7. Tidak cenderung kepada sakit hati dan kemenangan kepada hawa nafsu.
8. Harus dengan nasihat yang aman dan benar serta jujur.
9. Bebas dari tuduhan.
10. Ditunaikan sesuai dengan amanah.
11. Diiringi dengan kasih sayang.
12. Mampu menumbuhkan perasaan ukhuwah.

Ukhuwah Adalah Rahsia Kekuatan Dakwah kita
Sesungguhnya ukhuwah yang kami sebutkan hak-haknya, wahai saudaraku adalah sebuah batu yang mampu menghancurkan gelombang konspirasi dan usaha menguasai dakwah kita yang penuh berkah ini dan ia merupakan titik awal sebuah kemenangan. “Dan jika mereka bermaksud menipumu. Maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu) . Dialah yang memperkuatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu’min, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana. Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu”.(QS.Al-Anfaal : 62-64)
Nabi saw telah memberitahu kita dengan jelas dan terang:
“Jauhilah kamu akan buruk sangka, kerana buruk sangka adalah sedusta-dusta ucapan, dan janganlah kamu saling menduga-duga, jangan saling mengintai, jangan saling hasad, jangan saling berkonspirasi, jangan saling benci (marah), namun jadilah kamu hamba Allah yang saling bersaudara”. (Muttafaq alaih).
Umat Islam di zaman awal memahami dari Islam akan makna ukhuwah ini, meresap ke dalam aqidah dan agama Allah secara kekal akan perasaan cinta dan bersatu serta berkasih sayang dan fenomena yang paling mulia adalah ukhuwah dan ta’aruf sehingga seakan-akan mereka menjadi peribadi yang satu, satu hati, satu tangan, maka Allah pun mewujudkan pada mereka kemenangan, kemuliaan dan kejayaan.
Oleh kerana itu, marilah kita berpegang teguh pada ukhuwah yang kekal ini yang niscaya tidak akan hilang sekalipun dunia akan hancur, sekalipun hari-hari akan hilang dan berlalu namun ukhuwah akan tetap kekal sepanjang masa dan hendaklah kita terus memelihara dan bercita-cita untuk menunaikan hak-hak ukhuwah ini, merasakan nilai-nilainya, menjaga wirid Rabithah setiap hari.

Bersihkan Hati Setiap Hari
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali orang merasa dirinya tiada dosa. Padahal, sekecil apapun, dosa-dosa itu tetap saja mengotori. Hati kita sangat peka terhadap kotoran. Walau kita merasa tidak mengotorinya, pasti ada saja noda masuk dan menutupinya. Tadinya bisa jelas melihat kebaikan dan keburukan, lalu menjadi kabur karena tertutupi syahwat dan kepentingan pribadi.
Dalam sebuah perjalanan melewati padang pasir yang gersang, Rasulullah SAW bersama para sahabat berhenti sejenak. “Cari dan kumpulkan ranting-ranting kayu” kata Rasulullah. Para sahabat heran, bagaimana mengumpulkan ranting kayu di tengah padang pasir? “Kalau mencari ranting kayu di sini, tentu tidak ada, ya Rasul?” sahut para sahabat. “Cari dan kumpulkan ranting kayu!” Rasulullah mengulang perintahnya. “Bagaimana akan kita kumpulkan ranting di padang pasir ini? Padahal pohonnya saja tak tumbuh di sini?” “Carilah dan kumpulkan ranting kayu” kata Rasulullah sekali lagi.
Para sahabat pun akhirnya mengais-ngais pasir ke sana kemari. Ada satu dua ranting ditemukan dan dikumpulkan. Tak disangka, setelah beberapa lama, ternyata ranting kayu yang terkumpul jumlahnya cukup banyak. “Wahai sahabat, berkumpullah kemari!” Rasulullah memanggil. Para sahabat pun menyambutnya dan mendengarkan pesan yang akan disampaikan beliau dengan penuh perhatian. “Seperti inilah dosa-dosamu setiap hari. Sepertinya terlihat tidak ada, padahal kelak di hadapan ALLAH SWT ternyata terkumpul banyak.” Para sahabat terhenyak. Kini mereka sadar dan paham dengan maksud Rasulullah. Kita harus selalu membersihkan hati setiap hari. Pembersih hati itu antara lain dengan istighfar, mohon ampun kepada ALLAH. Dengan hati yang bersih, pikiran pun jernih. Beramal kebaikan menjadi ringan dan bertolong-menolong pun kian mudah dilakukan. Semoga ampunan ALLAH kita dapatkan.

Bersihkan Hati Untuk Membangun Ummat
Kalau ada diantara kita yang ditanya : berapa kali kamu membersihkan hatimu dalam sehari?, pasti dia akan merasa heran dan kaget dengan pertanyaan ini. Dia akan tertegun sejenak dan tidak tahu harus menjawab dengan apa !!. Tapi kalau ditanya : berapa kali kamu mandi dalam sehari?, maka dia akan segera menjawab tanpa berfikir panjang lagi, karena mandi dan memberisihkan anggota badan yang di luar adalah suatu hal yang biasa dalam hidup kita, tetapi membersihkan hati dari kotorannya adalah suatu hal yang masih jarang kita jumpai.
Saudara-saudaraku, kita bisa saja sangat perhatian dengan kebersihan badan kita, tetapi kita tidak terlalu memperhatikan wudhu’ kita !!. Apa kita bisa menyadari kenapa itu bisa terjadi ?. Ini disebabkan karena kita kurang memperhatikan kesucian bathin kita, hati yang ada di dalam badan kita, bagaimana keadaan dan kondisinya sekarang?, apakah hati itu masih hidup atau sudah hancur dan mati? Apakah dia dipenuhi dengan keimanan yang hakiki atau justru dipenuhi dengan berbagai macam penyakit yang merusak dan menghancurkannya?.
Sesungguhnya hati yang bersih, suci dan penuh taqwa adalah hati yang terbebas dari penyakit iri, benci, dendam, riya, hasad dan buruk sangka. Hati yang tidak disibukkan dengan pergolakan jiwa yang dipicu oleh kebencian terhadap teman-temannya hanya karena persoalan-persoalan dunia yang tiada nilainya, yang menyebabkan dia tidak bisa tidur malam untuk menenangkan fikirannya di siang hari, dia senantiasa memikirkan bagaimana caranya bisa membalas dendam.
Dari Abdullah bin ‘Amru dia berkata : Rasulullah pernah ditanya, Siapakah orang yang paling utama ? Beliau menjawab : “orang yang hatinya makhmum (suci), lidahnya jujur. Mereka (para sahabat) berkata : Kami mengerti tentang lidah yang jujur, tapi apakah yang dimaksud dengan hati yang makhmum ? Beliau menjawab : yaitu hati yang bertaqwa lagi suci, tidak ada dosanya, tidak zhalim, tidak curang dan tidak hasad ( dengki )”.
            Bagaimanakah dengan hati anda ? Kalau dia telah mati maka bersahabatlah dengan orang yang hatinya masih hidup. Alangkah jauh bedanya antara orang sudah mati tapi ketika mengingat mereka hati ( kita )menjadi hidup, dengan orang yang masih hidup tetapi bergaul dengan mereka hati ( kita ) menjadi mati.
Luqman pernah menasehati anaknya: wahai anakku, bergaullah dengan para ulama, dekatilah mereka, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan tanah dengan air hujan.
Wahai saudaraku, hati adalah sumber kekuatan di tubuh, dia ibarat kunci kontak (untuk tubuh), kalau seandainya dia bersih maka anggota tubuh yang lain akan berfungsi dengan baik, tapi kalau seandainya dia rusak maka kemampuan menerima dan bekerja pada anggota tubuh yang lain akan kacau dan tidak normal. Hati – sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – merupakan sekumpulan darah yang apabila dia baik maka seluruh anggota badan akan baik, dan apabila dia rusak maka akan rusak juga seluruh anggota tubuh. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “ Sesungguhnya di dalam diri anak adam ada segumpal darah, apabila dia baik maka baik pulalah semua anggota badan, dan apabila dia rusak, maka rusaklah semua anggota badan, ketahuilah bahwa dia adalah hati”. Sebuah penjelasan yang sangat sempurna (dari Rasulullah), bagaimana tidak, karena beliau sudah diberi jawami’ kalim.
Ada suatu hal penting yang harus mendapat perhatian serius dari kita, yaitu kita sering mendengarkan Al-Qur’an, menghadiri majlis ilmu ( halaqah ), mendengarkan ceramah agama,  membaca buku dan sebagainya, tetapi di mana manfaat semua itu....? Kenapa tidak ada bekasnya ? Kenapa akhlak kita tidak menjadi lebih baik...? Kenapa perilaku kita tidak berubah? Dimana letak kesalahannya? Apa penyebabnya?. Sebabnya tak lain adalah karena kita tidak membiasakan diri dalam pendidikan keimanan, hati kita tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Sesungguhnya hati itu butuh untuk dibersihkan secara terus menerus, perlu disucikan dari berbagai penyakit yang sudah kita sebutkan di atas tadi, sehingga dia bisa berfungsi dengan baik untuk menerima dan memberikan perintah (kepada anggota tubuh yang lain) .
Penyakit-penyakit hati yang kita sebutkan tadi punya hubungan yang sangat erat dengan kondisi ummat kita sekarang ini, musuh kita belomba-lomba untuk menghancurkan kita seperti berlomba-lombanya hewan berebut makanan, kita tak ubahnya seperti buih yang banyak, kita telah menjadi santapan yang empuk, menjadi buruan yang gampang diambil oleh para musuh. Kemudian kita berkata : Kenapa semua ini bisa terjadi?. Ketahuilah semua itu karena kita juga.
Kelemahan yang kita rasakan, kekalahan, kehinaan kita dalam pandangan bangsa lain adalah karena penyakit yang kita derita, sehingga terjadilah perpecahan dalam barisan kita, kesatuan yang terkoyak dan kita saling menyalahkan, padahal seharusnya kita tegas menghadapi musuh, saling membantu diantara sesama kita. Tapi kita justru sebaliknya membalik ayat tersebut, betapa banyak keadaan yang kita putar balikkan, kenapa kita justru berburuk sangka kepada saudara kita...?. Carilah alasan yang baik (terhadap kesalahan saudara kita), kalau kamu tidak mendapatkan alasan yang wajar (masuk akal) maka katakanlah : barang kali dia punya alasan (melakukan itu) yang tidak saya ketahui, atau paling tidak salahkan hatimu sendiri dan katakan : wahai hati, betap kasarnya perasaanmu ini !!.
Kenapa sebagian kita iri dan dengki kepada yang lain ?, bukankah cita-cita kita satu? Bukankah masing-masing kita berjuang disalah satu medan juang Islam?. Kamu – wahai saudara – adalah salah satu benteng Islam, maka jangan sampai musuh masuk melewati daerah yang kamu jaga, kalau seandainya kamu tergelincir (dalam menjaga Islam) maka akupun akan ikut tergelincir dan semua kita akan tergelincir, karena kita semua bergandengan tangan dalam satu barisan untuk memperjuangkan sebuah bangunan, kalau ada salah seorang diantara kita terjatuh, maka semua (bertanggung jawab) membangunkannya dan menutupi kelemahannya untuk menjaga keutuhan bangunan dari keruntuhan yang akan datang saling menyusul. Kalau ada diantara kita yang tergelincir maka kita sama-sama menolongnya untuk bangun lagi, jangan sampai kita justru menjadi penolong syaitan dalam hal ini.
Demi kemashlahatan kita bersama maka kita harus saling membantu sehingga kita tetap kuat, cita-cita tetap terjaga dan terus berkembang dengan baik. Suatu hari Umar bin Khattab Radiyallahu 'anhu bertanya tentang orang lain yang dikenalnya, maka dikatakan kepadanya : orang tersebut sedang di luar Madinah meminum minuman keras, maka Umar menulis surat kepadanya yang isinya : Sungguh segala puji bagi Allah, tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Dia maha Pengampun segala dosa, Penerima taubat dan sangat keras hukuman-Nya. Maka laki-laki itu senantiasa mengulang-ngulangi membaca surat Umar tersebut dan dia menangis... sampai akhirnya dia pun taubat. Tatkala beritanya sampai kepada Umar, dia pun berkata : Itulah seharusnya yang kalian lakukan, kalau ada saudara kalian yang tergelincir maka luruskan dan bantulah dia serta berdoalah semoga Allah mengampuninya dan menerima taubatnya, janganlah kalian menjadi pembantu syetan dalam hal ini.
Akhirnya saya berani mengatakan : Bangkitlah wahai (para pengganti) Shalahuddin, selamatkanlah ummat dari kondisi sekarang ini ?!. Apakah para ibu sudah tidak sanggup lagi atau sudah menjadi mandul untuk melahirkan Shalahuddin pada masa sekarang ini ?. Kenapa kita tidak membuat strategi dan perencanaan yang bagus sebagaimana yang  dilakukan oleh Shalahuddin ketika membebaskan AL-Aqsha ?. Sesungguhnya Sunnatullah berlaku di muka bumi ini sebagaimana Sunnah-Nya juga berlaku kepada hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mau berusaha untuk mengubah diri mereka sendiri.
Permasalahan yang kita hadapi sangat riskan dan sulit, maka kita harus menghidupkan hati kita masing-masing, memperbaiki hubungan diantara kita untuk kembali menyatukan barisan menuju kebangkitan ummat kembali.
 
Bersihkan Hati, Jauhi Dengki
Hati adalah tempat lahirnya niat atau hasrat untuk bertindak. tempatnya taqwa juga dihati.Dalam haditsnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam berkata "Attaqwa Haahunaa". Artinya, Taqwa itu disini, seraya Rasulullah menunjuk dadanya.
Orang kerap mengatakan, menilai orang yang terpenting adalah hatinya.Itu Bisa Benar, karena Allah shubhaana wa taala memang tidak menilai apapun dari dikita kecuali hati dan amal.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, sesungguhnya Allah tidak menilai bentuk tubuhmu, suaramu, tidak juga rupamu, tapi ia menilai hati dan amalmu.” Hati yang bersih, terhindar dari semua penyakit hati yang paling berbahaya adalah dengki.
Yang dimaksud disini, adalah sifat yag menginginkan sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, dan tak ingin oleh orang lain memiliki hal tersebut. Ini termasuk sikap yang curang. Sikap seperti itu kerap diistilahkan hasad, dan Rasulullah sangat melarang ummatnya memendam hasad.
Hati adalah tempat atau pusat segala perasaaan (emosi). Rasa sedih, senang, marah, benci, dendam dengki, cinta dan sebagainya ada dalam hati. Kondisi hati berpengaruh kuat pada kondisi badan atau anggota tubuh yang lain. Maka dengan itu diupayakan agar jangan sampai hati kita menjadi sakit. Beberapa penyakit hati selain dengki adalah takabur (sombong), riya (pamer), bakhil (pelit,kikir), serta wahn (cinta dunia dan takut mati) yang membuat kita menghindari atau lari dari jalan Allah.
Hasad digambarkan Nabi ibarat api yang memakan kayu bakar. Kebaikan itulah yang diandaikan kayu bakar, saat kita dengki, maka semua kebaikan kita akan habis, terbakar seperti kayu bakar. Sungguh sayang jika kebaikan tersebut itu hilang dan tak berarti. Cara yang paling mudah keluar dari lilitan kedengkian semacam ini, salah satunya dengan selalu mengharapkan kebaikan bagi orang lain.
Cintailah orang lain seperti mencintai diri sendiri. Dengan begitu kita tidak akan menyakitinya. Nabi pernah mengatakan, “Tidak sempurna keimanan seseorang di antara kalian, sebelum ia mencintai sesuatu pada saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”Rasul juga menegaskan orang-orang Muslim itu satu tubuh, salahsatunya sakit yang lain ikut sakit.
Dalam keseharian, sifat dengki memuncak manakala kita selalu iri dengan orang lain, sementara diri tidak punya daya meraih apa yang diperoleh orang tersebut.
Misalnya, sempatkan mengunjungi rumah sakit, rumah-rumah kumuh, dan di beberapa tempat banyak orang miskin terkumpul. Niscaya, hati bias ikut tersiram dan tergugah. Perlahan-lahan kesombongan dan dengki itu akan terkikis. Lain dengan sifat iri meraih ilmu setingi-tinginya , ini iri satu-satunya yang baik. Tapi, jangan pernah mengharapkan orang lain menjadi bodoh.
Bulan Ramadhan, sangat tepat untuk mengaplikasikan amalan-amalan yang sifatnya bukan untuk duniawi semata. Hilangkan dengki, agar amalan tidak berkurang. Dan selalu mengharapkan yang terbaik buat orang lain.(Muhammad Ikhwan Abdul Jalil).

Perempuan dalam Perspektif Islam; Urgensi Fiqhunnisa dalam Pelaksanaan Ajaran Islam*)


Oleh: Rosdiana, M.Pd.**)

Pendahuluan
Memperbincangkan perempuan memang tak akan pernah ada habisnya. Sejak dahulu hingga sekarang wacana tentang perempuan selalu menjadi agenda yang sangat penting. Terlebih ketika muncul gerakan feminisme yang mempersoalkan peran perempuan yang dianggap marjinal dan subordinasi dari kaum laki-laki. Sebagian ada yang berpendapat bahwa Islam mendiskreditkan perempuan, Islam tidak memberikan ruang gerak yang bebas kepada perempuan.[1] Padahal jika kita melihat perempuan dalam bingkai sejarah, Islam memiliki peran yang besar dalam pembebasan perempuan.
Status perempuan dalam Islam dapat dipahami secara baik apabila diketahui status mereka pada zaman jahiliyah (periode kebodohan atau periode pra-Islam). Hal ini disebabkan karena tidak adanya revolusi, politik, atau sosio-keagamaan yang dapat menghapus semua jejak masa lalu. Sebagaimana diketahui, pada masa pra-Islam, perempuan tidak mendapatkan hak apa-apa dan diperlakukan tidak lebih dari barang dagangan. Mereka tidak hanya diperbudak, tetapi juga dapat diwariskan sebagaimana harta benda.[2] Saat itu, perempuan dijadikan golongan kasta terendah dalam penggolongan manusia. Kemudian juga jika dilihat dalam potret buram keadaan perempuan saat ini, perempuan menjadi objek eksploitasi masyarakat barat yang memiliki budaya laissez faire. Kisah sedih ini justru merupakan buah ‘pembebasan’ feminisme. ‘Pembebasan’ yang malah menghasilkan angka yang tinggi pada pembunuhan janin, prostitusi, pemerkosaan, perceraian dan  single parent (baca: single mother). Penindasan kuno yang tetap lestari dalam kemasan baru.[3]
Dengan demikian, kedudukan kaum perempuan sebelum era Islam sungguh memprihatinkan. Sebagai contoh, di Jazirah Arab sebelum Islam datang, keadaan kaum perempuan sangatlah buruk. Perempuan hanya dihormati jika orang tuanya menjadi raja atau ketua kabilah atau ia jagoan dan ditakuti masyarakat Arab. Perempuan sama dengan barang. Maka, terjadilah istilah budak; seorang perempuan yang menjadi budak bebas untuk dijual kepada siapa saja yang membutuhkannya. Atau, ia menjadi perempuan penghibur dengan melantunkan lagu-lagu disertai tarian erotis. Dan, tidak jarang perempuan dijadikan selir oleh raja-raja untuk memenuhi nafsu mereka.[4] Dalam hal ini, tidak ada pembatasan tentang jumlah istri yang dapat dimiliki oleh seorang laki-laki.
Dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa bangsa Arab pra-Islam sangat tidak suka dengan kehadiran perempuan, karena ia dianggap tidak bisa berperang, lemah dalam ingatan, lemah fisik, dan banyak lagi tuduhan lainnya. Setiap kali ada bayi lahir yang berwujud perempuan, secara serta merta bapaknya tega membunuh anaknya sendiri dengan cara menguburkan anaknya hidup-hidup.[5] Hal ini disebabkan oleh dua motif, yaitu takut kalau pertambahan keturunan perempuan akan menimbulkan beban ekonomi, dan juga takut akan hinaan yang sering kali disebabkan oleh para gadis yang ditawan oleh musuh, kemudian dijadikan kebanggaan bagi penculiknya di hadapan para orang tua dan saudara laki-lakinya. Dengan demikian, mereka beranggapan bahwa kalau anak perempuan lahir akan membawa celaka.
Tidak jauh berbeda dengan hal itu, beberapa agama juga memandang perempuan sebagai sesuatu yang hina dan menjadi penyebab kerusakan. Agama-agama tersebut tidak memposisikan perempuan pada proporsi yang seharusnya. Di antara beberapa doktrin agama terhadap perempuan adalah sebagai berikut. Kaum perempuan hanyalah jerat penggoda yang sangat berbahaya di hadapan laki-laki, perempuan selalu memutar-balikkan kebenaran serta selalu berkata dusta, dan lain sebagainya.[6]
Dalam tradisi agama Hindu, terdapat pemahaman bahwa orang tua boleh menjual anak perempuannya, perempuan tidak mendapat warisan, mengorbankan gadis kepada para dewa sebagai persembahan, kalau suaminya mati perempuan dianjurkan ikut membakar diri di dalam kayu yang membara bersama suaminya, dan perempuan tidak boleh mencari kebebasan.[7]
Kemudian dalam agama Yahudi, perempuan dianggap selalu dalam kutukan dewa, selalu berdosa sejak lahir dan harus dihukum, serta perempuan hanyalah dianggap sebagai hiasan rumah. Di samping itu, perempuan hanyalah sebagai budak, jadi orang tuanya berhak menjualnya kepada siapa saja, dan kehadirannya merupakan laknat bagi alam semesta. Sebagian tradisi Kristiani juga mempersepsikan perempuan sebagai penyebab kehancuran umat, sumber segala dosa dan kesalahan, serta tidak berhak untuk mendapat kesempatan dalam segala urusan karena ia mempunyai pikiran yang lemah.[8]
Dari uarian di atas dapat diketahui bahwa pada masa-masa sebelum Islam, kedudukan perempuan sangat terhina. Hak-haknya dirampas dan ia dituduh menjadi akar permasalahan bila terjadi kerusakan dan keributan di masyarakat. Pada saat eksistensi perempuan tergadaikan, Islam datang bagaikan cahaya rembulan di malam hari. Melalui Al-Qur’an dapat diketahui bahwa pada saat kedudukan perempuan dihinakan dan dijadikan barang komoditi, sejumlah permpuan muslimah muncul dalam pentas sejarah. Mereka mengibarkan bendera kesamaan, kesetaraan, dan lain-lain. Mereka membuktikan bahwa perempuan mampu berbuat seperti layaknya laki-laki.

Perempuan dalam Perspektif Islam
Islam datang untuk menghancurkan kezaliman dan mendobrak kegelapan yang menyelimuti status perempuan. Ia datang mengembuskan atmosfir kemerdekaan serta mengangkat harkat dan martabat perempuan dari kehinaan menuju kemuliaan. Penindasan terhadap hak-hak perempuan tidak akan terjadi kalau umat Islam sendiri sadar akan pentingnya perempuan dalam kelanjutan sebuah risalah nan suci.[9]
Misi perubahan yang secara tegas disebutkan dalam Al-Qur’an mengenai status perempuan untuk mengubah konsep dan praktik masyarakat Arab pada masa pra-Islam meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) larangan mengubur anak perempuan hidup-hidup; (2) batasan poligami maksimal hanya sampai empat; (3) kebolehan bercerai sangat ketat yang secara prinsip suami dan istri mempunyai hak yang sama; (4) perubahan aturan tentang waris, bahwa di samping perempuan tidak boleh lagi diwariskan, perempuan juga mendapat warisan; (5) adanya pelimpahan tanggung jawab individu. Ini semua menunjukkan misi pokok Islam untuk menyejajarkan perempuan dan laki-laki dalam segala aspek kehidupan.[10]
Perempuan dalam pandangan Islam sesungguhnya menempati posisi yang sangat terhomat. Pandangan Islam tidak bisa dikatakan mengalami bias gender. Islam memang kadang berbicara tentang perempuan sebagai perempuan (seperti dalam soalnya haid, mengandung, melahirkan dan kewajiban menyusui) dan kadang pula berbicara sebagai manusia tanpa dibedakan dari kaum lelaki (misalnya: dalam hal kewajiban shalat, zakat, haji dan berakhlaq mulia, beramar ma’ruf nahi mungkar, makan dan minum yang halal dan sebagainya). Kedua pandangan tadi sama-sama bertujuan mengarahkan perempuan secara individual sebagai manusia mulia dan secara kolektif , bersama dengan kaum lelaki, menjadi bagian dari tatananan ( keluarga dan masyarakat ) yang harmonis.
Maka pada saat Islam mewajibkan istri meminta pada suami bila hendak keluar rumah atau puasa sunnah misalnya, sementara untuk hal yang sama suami tidak wajib meminta izin pada istri; juga ketika menetapkan tugas utama istri sebagai Ummu(Ibu) dan Rabbatul Bait (Pengatur rumah tangga), hak talak pada suami, sesungguhnya Islam tengah berbicara tentang keluarga bukan tentang pribadi-pribadi,orang perorang lelaki atau perempuan, serta kehendak untuk mengatur agar tercipta tatananan yang harmonis tadi .
Tuduhan bahwa penetapan peran domestik perempuan dalam Islam dan kewajiban berjilbab adalah bias lelaki, hanya benar bila itu dipandang per-individu perempuan, bukanlah sebagai suatu mekanisme rasional yang harus ditempuh bila kita menginginkan terciptanya struktur keluarga yang kuat dimana hubungan antara lelaki dan perempuan saling menunjang serta upaya penataan hubungan antara lelaki dan perempuan dalam masyarakat agar etika pergaulan terjaga .
Keluarga harmonis dan bahagia, serta masyarakat yang mulia, bukankah itu yang diidam kan oleh setiap manusia. Sehingga tidaklah tepat bila dikatakan bahwa kewajiban-kewajiban seperti itu bias gender (sangat maskulin) dan mereduksi peran perempuan sebagai manusia. Kita akan gagal memahami kehendak Islam dalam masalah ini bila kacamata pandangan kita terhadap persolan eksistensi manusia (lelaki dan perempuan) di dunia tidak diubah.
Sementara Islam berbicara tentang kewajiban wajibnya perempuan berda’wah, mendidik umat, dibidang politik menjadi anggota majelis syuro umpamanya, dan untuk itu ia harus keluar rumah. Maka Islam tengah berbicara tentang masyarakat dan peran perempuan dalam membentuk masyarakat yang baik. Tapi diluar dua hal diatas, Islam sama sekali tidak menghilangkan keberadaan perempuan sebagai individu. Ia dibolehkan untuk menuntut ilmu, berpendapat, bekerja, memgembangkan hartanya, memimpin sendiri usahanya dan sebagainya. Jadi tuduhan terdapat bias gender dalam ajaran Islam sangatlah tidak beralasan.
Memang tercatat dalam sejarah sekian peristiwa yang menunjukkan gugatan perempuan Islam dimasa lalu akan tetapi semua itu bukanlah dilandasi oleh dorongan seks demi kepuasan kaum perempuan semata, melainkan demi kesamaan kesempatan menuju derajat kemulian seseorang muslimah. Lihatlah tatkala mereka datang kepada Rasullah mengajukan tuntutannya “ya Rasullah mengapa hanya laki-laki saja yang disebut al-qur’an dalam segala hal, sedangkan kami tidak disebut?” Maka Allah Kemudian menurunkan ayat yang menunjukkan bahwa lelaki dan perempuan sesungguhnya memiliki peluang sama untuk menjadi makhluk yang mulia.
Sesunguhnya laki–laki dan perempauan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang sabar. Laki- laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya , laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”(Q.s.An-Nisaa’:32).

Pada saat ini, perempuan Islam dimasa Rasullah meminta agar diadakan pertemuan khusus buat perempuan buat mereka dalam mempelajari ilmu dan Nabi memenuhi kehendak mereka dengan memberikan waktu khusus.Islam memang mewajibkan menuntut ilmu bagi perempuan dan laki-laki. Karena didorongan mencari ilmu, inilah lelaki dan perempuan Islam saling bersaing dalam merenguk ilmu. Aisyah dikenal pada zaman permulaan Islam sebagai “orang yang paling ahli fikih, Kedokteran dan puisi”. Sekian hadits sampai kepada kita melaui periwayatan Aisyah.
Demi menegakkan kebenaran tidak segan pula bertindak terhadap pemimpin negara sekalipun. Pada suatu hari, Amirul mu’minin Umar Bin Khattab mengeluarkan keputusan hukum yang melarang perempuan menetapkan mahar yang terlalu mahal, serta menentukan batas-batasnya. Seorang perempuan tiba-tiba saja memprotes dan mengingatkan satu ayat di dalam al-Quran” (Q.S.An-Nisa:20):

Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seorang diantara mereka harta yang banyak maka janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun darinya. Apakah kamu akam mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata”(Q.s.An-Nisaa’:20).

Kemudian Umar mencabut kembali peraturan itu sambil berkata “Perempuan itu benar dan Umar itu salah”. Kisah ini menunjukkan kebebasan perempuan untuk melakukan protes politik. Jauh sebelum Betty Friedan memimpin gerakkan perempuan di AS, bahkan jauh sebelum revolusi Perancis meneriakkan Liberte, Egalite et Fraternity”.
Dengan demikian, dapat kita pahami bahwa Islam memiliki peranan yang sangat besar dalam pembebasan perempuan. Hal ini bisa dilihat pada misi perubahan yang secara tegas disebutkan dalam Al-Qur’an mengenai status perempuan tersebut, setidaknya dapat menjawab berbagai tuduhan terhadap Islam mengenai perempuan. Misalnya, masalah kesetaraan perempuan dalam urusan spiritual, masalah perkawinan, masalah poligami, masalah perceraian, masalah kesopanan, dan masalah ekonomi (termasuk di dalamnya masalah warisan). Kemuliaan perempuan dalam Islam setidaknya bisa kita ketahui dengan melihat bagaimana Islam menempatkan posisi seorang ibu. Dalam Islam, seorang anak mesti patuh pada kedua orang tuanya. Namun, ketaatan kepada ibu harus didahulukan daripada ketaatan kepada ayah. Hadist yang populer menyebutkan bahwa pelayanan terbaik seorang anak didahulukan kepada ibunya tiga kali dibanding kepada ayahnya. Bahkan, pada hadis lain disebutkan bahwa surga terletak di bawah telapak kaki ibu.
Konsep tentang asal penciptaan perempuan merupakan isu yang sangat penting dan mendasar untuk dibahas, karena konsep kesetaraan dan ketidak-setaraan laki-laki dan perempuan berakar dari konsep penciptaan ini.[11]
Al-Qur’an memang tidak menyebutkan secara terperinci mengenai asal-usul penciptaan perempuan. Namun, Al-Qur’an menolak pandangan-pandangan yang membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakkan keturunannya, baik yang lelaki maupun yang perempuan.[12]
Mengenai penafsiran Surah an-Nisa’ [4] ayat 1, Riffat Hasan (yang pemikirannya sejalan dengan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha) berpendapat bahwa Adam dan Hawa diciptakan secara serempak dan sama dalam substansinya, sama pula dalam caranya. Jadi, bukan Adam diciptakan terlebih dahulu dari tanah, baru kemudian Hawa dari tulang rusuk Adam.[13]
Di samping itu, Riffat Hasan juga menolak riwayat hadis yang menceritakan asal-usul penciptaan perempuan yang dipahami oleh hampir keseluruhan umat Islam secara keliru bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Sebab, pemahaman ini kemudian mengesankan kerendahan derajat kemanusiaan perempuan dibandingkan dengan lelaki. Namun, cukup banyak ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadis tersebut.
Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti bahwa hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Sebab, ada sifat, karakter, dan kecenderungan perempuan yang tidak sama dengan lelaki, di mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha, akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.[14]
Kemudian, Al-Qur’an juga mengikis pandangan masyarakat yang mengantar kepada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Al-Qur’an mengecam mereka yang bergembira dengan kelahiran seorang anak lelaki tetapi bersedih bila memperoleh anak perempuan.
Dan, apabila seorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitam-merah padamlah wajahnya dan dia sangat bersedih (marah). Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya itu. (Ia berpikir) apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruk apa yang mereka tetapkan itu.
(Q.S. an-Nahl [16]: 58-59).

Dengan demikian, terlihat bahwa Al-Qur’an mendudukkan perempuan pada tempat yang sewajarnya serta meluruskan segala pandangan yang salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan asal-usul penciptaannya.

Definisi Fiqh
Dari segi terminologi, para ulama mendefinisikan fiqh sebagai “pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ beserta dengan dalil-dalilnya yang terperinci berkenaan dengan perbuatan manusia”.
Disebut fiqh, karena apa yang dikenal kebanyakan orang sebagai ajaran Islam, pada awalnya sebenarnya adalah merupakan fiqh, atau ijtihâd ulama dari sumber-sumber otoritatifnya. Fiqh yang dimaksud ini, termasuk juga tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’ân dan teks-teks hadits, serta ijtihâd dari gabungan antara teks-teks tersebut dengan tuntutan-tuntutan rasionalitas dan kontekstualitas.
Dalam tatanan praktis, definisi ini menghadirkan dua dimensi sekaligus, yakni disamping sebagai hukum positif yang legitimate, fiqh juga memancarkan dimensi etis yang menjadikannya sebagai standar moral kehidupan umat Islam.
Mengutip Ibnu Khaldun yang menyatakan bahwa manusia adalah “domenieering being”, sosok makhluk yang berwatak dasar selalu ingin mendominasi dan menaklukkan yang lainnya serta berpeluang untuk menciptakan konflik dan ketidakaturan. Di sinilah peran fiqh hadir guna mengarahkan kehidupan umat manusia menuju keteraturan hidup di atas rel hukum-hukum Allah Ta’ala.
Fiqh merupakan kumpulan hukum Allah yang komprehensif (syumul). Di dalamnya tidak hanya diatur bagaimana berinteraksi dengan Allah (fiqh al-ibadat), atau aturan personal (fiqh as-suluk), interaksi dalam keluarga (fiqh al-usroh), namun juga memendarkan dimensi sosial (fiqh al-mu’amalat) bahkan mengatur hubungan multilateral antarnegara (fiqhul ’ilaqat ad-dualiyyah) yang kesemua itu mengarah pada satu titik menuju harmonisasi dan keteraturan hidup umat manusia.
Jadi dapat disimpulkan fiqh adalah ilmu yang mempelajari ilmu-ilmu syar’I yang terkait ilmu dan praktek yang diambil dari dalil-dalil Al-Qur’an dan Al Hadist yang terinci.

Urgensi Fiqhunnisa dalam Pelaksanaan Ajaran Islam
Belajar fiqh merupakan perintah Allah dan Rosulnya. Fiqh lebih banyak dibahas dan dipelajari dalam Islam. At-Taubah(9): 122;
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan tidak memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya

Sampai suatu ketika Rosul pernah mendoakan salah seorang sahabat agar menjadi seorang yang paham akan fiqh, demikian pentingnya pemahanman akan fiqh Islam yang harus dikuasai umat Islam. Selain itu, dengan mempelajari fiqh akan menunjukkan Siyamul Islam (Kesempurnaan Islam), dimana Islam mengatur masalah umat mulai dari masalah Negara sampai masalah istinjak kita sehari-hari. sehingga dengan memahami ilmu fiqh kita dapat memahami islam secara kaffah yaitu baik dan benar. ilmu dalam Islam paling banyak terkonsentrasi dalam fiqh karena terkait dengan amaliyah (praktek).
Suatu ketika rosulullah berjalan bersama seorang sahabat melewati sebuah makam, sahabat bertanya suara apakah itu rosul, rosul menjelaskan bahwa sang ahli kubur sedang disiksa karena saat beristinjak tidak bersih dank arena itulah sholatnya menjadi tidak sah. demikian pentingnya kita mempelajari fiqh agar semua amal ibadah kita diterima Allah.
Adapun dengan belajar fiqh, kita akan mendapatkan kehidupan yang barokah, sesuai Firman Allah QS. Al-A’raf (7): 96;
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan

Belajar fiqh diharapkan akan memiliki sikap tasawuf (solider, toleran) kepada orang lain, hal yang tidak boleh dilakukan yaitu menghancurkan persatuan ummat.
Dengan mempelajari fiqh kita akan mengetahui mujahadahnya (pentingnya/keseriusan) para salafus sholeh dalam menuntut ilmu, kita dapat mengetahui sebagaimaan tasawuf para sakafus sholeh pada masa dahulu.
Fiqh Perempuan sebenarnya bisa berarti tiga hal; pertama fiqh yang membahas isu-isu perempuan [fiqh tentang perempuan], kedua fikih yang membela dan menguatkan pemberdayaan perempuan [fiqh berperspektif perempuan] dan ketiga fiqh yang ditulis perempuan.
Zaman modern dan era globalisasi telah membelenggu hidup manusia dalam materalisme, konsumerisme, militerisme dan sentralisme. Kapitalisme telah mengubah hidup menjadi persaingan yang sangat kompetitif, dan cenderung akan menggilas perempuan yang tidak mampu bertahan dengan perubahan. Naluri perempuan, secara positif, adalah menjadi ibu yang penuh tulus melahirkan generasi masa depan lewat cinta kasihnya. Namun, dampak modernisme dan globalisasi, pada sisi negatif, kelembutan perempuan dipakai sebagai lahan bisnis, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Gerak lemah gemulainya dieksploitisir. Misal saja, iklan kosmetik yang memakai sosok perempuan bertebaran di media seperti kehendak modal. Belum lagi iklan-iklan lainnya, yang terlihat sangat vulgar dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh perempuan. Keadaan ini mengakibatkan pelecehan dan tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan kian marak. Penjualan (trafficking) manusia semakin memprihatinkan. Indonesia meraih peringkat ketiga terbesar dalam jumlah kasus trafficking.
Di samping itu, di tengah desakan modernisme dan globalisasi yang mengharuskan manusia berkualitas dan mempunyai produktivitas kerja, perempuan tidak terlepas dari prasangka sosial. Nilai kepantasan dan ketidakpantasan tercermin dari beragam tradisi di masyarakat, menuntut perempuan untuk berani dan bertahan dari keterbatasan yang terkondisikan. Kenyataan lain, kerasnya hidup jalanan mengharuskan perempuan lebih mampu melindungi diri sendiri dari kekerasan. Disinilah perlunya, perlindungan hukum dan pemihakan agama terhadap perempuan (fiqh perempuan), guna menghindarkan perempuan dari ekploitasi yang tidak memperdulikan rasa kasih dan sayang.
Perempuan sumber kasih sayang. Kelembutannya laksana taburan cahaya bintang yang dimulyakan oleh Allah SWT. Fiqh perempuan dan aturan hukum yang jelas dibutuhkan untuk melindungi peran perempuan dari eksploitasi.
Penegasan untuk memberikan perlindungan ini diisyaratkan secara tegas dalam firman Allah QS. Ar-Rum (30):21;
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung da merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”.

Pada Ayat tersebut ditegaskan, bahwa perempuan memiliki sifat kepekaan, perasa, dukungan dan perhatian untuk menjalankan fungsi sebagai istri dan ibu. Agar perempuan bisa melakukan fungsi dan memperoleh martabatnya, maka diperlukan perlindungan perempuan dari kekerasan.Bagaimana persisnya? Perlindungan yang dimaksud ialah, menjaga dan memberikan peran kepada perempuan untuk mencapai fungsinya secara maksimal untuk menggapai kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakatnya.
Eksistensi perempuan sebenarnya tercermin dalam surat An-Nisaa’. Surah ini membicarakan perempuan. Bagaimanapun, Allah telah mengingatkan kepada manusia, bahwa perempuan diciptakan dari jenis yang sama dan harus diperlakukan dengan mulya dan terhormat. Apabila dalam kenyataan, perempuan mengalami kekerasan yang biadab akibat peran yang tidak adil, maka sesungguhnya mereka itu telah melakukan perbuatan yang lalim. Islam sangat melindungi laki-laki dan --sekaligus juga-- perempuan.
 Dalam surah An-Nisaa’(4): 40;
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dengan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar

Maksud ayat tersebut ialah, bahwa Allah tidak akan mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar zarrah, bahkan kalau ia berbuat baik pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah. Ayat tersebut mendorong laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi pencerahan, yaitu sikap yang didasarkan pada akal, alam, manusia, agar diperoleh persamaan, kebebasan dan kemajuan bersama, tanpa membedakan jenis kelamin.
Perempuan berhak mengetas harapan dan kehendaknya, bebas memilih dan bertanggung jawab, mampu membedakan antara yang baik dan jelek. Sehingga dengan kreativitasnya, perempuan mendapatkan tempat dan memperoleh jalan mewujudkan cita hidupnya dengan maksimal. Pencerahan perempuan dibutuhkan. Pencerahan merupakan kebalikan dari eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pencerahan akan mendorong laki-laki dan perempuan untuk bergerak mengelola zaman ini dengan lebih baik. Pencerahan perempuan yang terpenting pada bentuk tindakan, bukan sekedar ucapan. Bagaimana caranya? Menerapkan cinta kasih, rendah hati, toleransi dan sikap hormat kepada perempuan. Sikap-sikap ini adalah cerminan prinsip Islam.
Maka pencerahan perempuan akan datang dari nalar mandiri yang akan melahirkan kehendak subjektif. Perempuan yang mandiri dan memperoleh kesempatan luas, maka akan melahirkan karya dari lubuk hatinya dalam membawa perbaikan kualitas hidup. Memperoleh kesempatan yang setara bagi perempuan tidak datang dengan sendirinya, melainkan menuntut usaha bersama. Perempuan harus menunjukkan kemampuannya dan berusaha secara gigih memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Menarik diri dan bersikap fatalis dengan menyerah dan menanti kesempatan tanpa berbuat sesuatu adalah sikap yang membawa kemunduran bagi eksistensi diri. Perempuan sendiri harus membuka kerja sama dengan beragam akses jaringan. Karenanya, guna memaksimalkan peran perempuan, fiqh perempuan mutlak dibutuhkan.

Sinergisitas Pemahaman Fiqhunnisa dalam Pelaksanaan Ajaran Islam sebagai Bentuk Perjuangan HMI-Wati di Rumah Kedamaian
Dari paparan di atas, jelaslah bahwa perempuan (muslimah) mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan generasi umat. Namun hendaknya dipahami bahwa perempuan berkualitas tersebut tidak bisa didapatkan dengan hanya berdiam diri. Perlu dilakukan pembinaan secara rutin dan berkesinambungan agar para perempuan memiliki aqidah dan berkepribadian Islam yang tinggi, serta memahami peranannya sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat.
Pembinaan perempuan semacam ini akan mudah dilakukan jika terdapat suasana dan sistem yang kondusif (KOHATI sebagai rumah kedamaian), karena sistemlah yang akan memasukkan program peningkatan kualitas perempuan HMI atau HMI-Wati, maupun sarana dan prasarananya.
Adapun solusi praktis untuk membumikan fungsi dan peranan HMI-Wati sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat, pertama dan utama saat ini adalah mengajak mereka, para HMI-Wati yang berkualitas untuk kembali ke rumah (KOHATI), mendidik HMI-Wati lainnya dengan penuh kasih sayang, sekaligus memberi contoh dan teladan bagi para MI-Wati lainnya yang mengalami kesulitan. HMI-Wati yang berkualitas ini haruslah dikembalikan kepada fitrahnya sebagai seorang anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat yang memiliki tugas dan tanggung jawab saling membina. KOHATI sebagai lembaga dengan anggotanya HMI-Wati harus mampu membentuk perempuan berkualitas yang menjadi tauladan zaman, seperti ibunda Khalifah Umar bin Abdul ’Aziz seorang khalifah yang mampu menjalankan amanahnya sebagai seorang pemimpin dengan baik, ibunda Imam Syafi’i yang mendidik anaknya sehingga menjadi seorang mujtahid, ataupun ibunda Imam Al Bukhari seorang ahli hadits terkenal. Dengan mensinergiskan pemahaman fiqhunnisa dalam melaksanakan ajaran Islam, melalui pembinaan yang terarah dan terukur, maka perjuangan HMI-Wati dalam rumah kedamaian (KOHATI) untuk mencapai tujuan terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita, yang akan melahirkan generasi yang siap menaklukkan dunia agar tunduk pada hukum Allah SWT.

_________
  *) Makalah disampaikan pada LKK KOHATI HMI Cabang Palembang Tingkat Nasional, Mess Pertiwi, 24 November 2011
**) Guru Mata Pelajaran Fisika SMAN 1 Muara Sugihan Kabupaten Banyuasin

Daftar Pustaka
[1]Witri Asriningsih, “Pengantar”, dalam Yusuf al-Qardhawi, Perempuan dalam Perspektif Islam, terj. Ghazali Mukri, Cet. Ke-2 (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2006), hlm. v.
[2]Irfan Habibie, “Wanita dalam Islam dan Feminisme”, dalam www.hati.unit.itb.ac.id, 12 Desember 2009.
[3]Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan: Bias Laki-laki dalam Penafsiran (Yogyakarta: LKiS, 2003), hlm. 33.
[4]Witri Asriningsih, “Pengantar”, hlm. ix.
[5]Q.S. at-Takwir [81]: 9.
[6]Witri Asriningsih, “Pengantar”, hlm. x.
[7]Ibid.
[8]Ibid., hlm. xi.
[9]Ibid., hlm. xiii.
[10]Khoiruddin Nasution, Fazlur Rahman tentang Wanita (Yogyakarta: Tazzafa bekerja sama dengan ACAdeMIA, 2002), hlm. 42.
[11]Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan, hlm. 166.
[12]Q.S. an-Nisa’ [4]: 1.
[13]Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, Setara di Hadapan Allah: Relasi Laki-laki dan Perempuan dalam Tradisi Islam Pasca Partriarkhi, terj. Tim LSPPA (Yogyakarta: LSPPA dan Yayasan Prakarsa, 1995), hlm. 48, sebagaimana dikutip Yuhanar Ilyas, Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an: Studi Pemikiran Para Mufasir (Yogyakarta: LABDA Press, 2006), hlm. 98.
[14]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, hlm. 271.