Jumat, 02 Desember 2011

DIKLAT PRAJABATAN ANGKATAN 6 GOLONGAN III


Aku masuk dalam angkatan prajab terakhir untuk formasi 2008 KAbupaten Banyuasin, yap ... angkatan ke 6 untuk kelompok CPNS golongan III, dilaksanakan selama 2 minggu di Hotel Raden Palembang. (April 2010).

Aku dan 49 rekan CPNS lainnya menjalani hari bersama, dari apel pagi sebagai awal kegiatan sammpe ke apel malam sebelum pergi tidur. Aku yang mewakili institusi pendidikan, dimana dinas pendidikan mengirimkan pasukan terbanyak, di luar dinas kesehatan, dinas pertanian, BKD, PU, dinas penyuluhan dan peternakan, dan ... maaf aku lupa.

Aku sekamar dengan guru Geografi asal SMAN 1 Tukal Ilir Erlina namanya, dan Fitriani guru Ekonomi asal SMAN 1 Makarti Jaya. Inilah wajah-wajah kami angkatan 6 yang sempat terekam kamera. Makasih buat Vera Guru PKn SMAN 1 Tanjung Lago yang selalu sempat motret disetiap sela aktivitas.

Nah ini kostum olahraga pagi yang tiap hari kami lakukan, ba'da subuh, semangat, cas-cis-cus, pokoknya harus sempet foto. Tu ... yang hormat pake tangan kiri adalah ketua kelompok prajab namanya Firmansyah guru Fisika SMAN 1 Tanjung Lago.

"Sarapan" ... biasa teman sebelah kamarku selalu memanggil, "ayo buruan ... cepet-cepet, ntar keburu apel, gak dapat jatah loe", katanya dengen gaya ke Jakartaan, maklum lulusan UI, jadi terpola. Hmm ... iya seruku dan kedua rekanku yang paling hobi terakhir makannya, habis malas antri panjang. Turun pas gak antri makan ala kilat, selesai ... langsung apel pagi. He he he ... Liat gayaku dan lainnya saat Vera lewat membawa kamera langsung sadar buat di foto, action ... bareng Risa, Emil, dan Nera. Teh dan kue jadi urusan nanti ... nanti setelah Vera lewat pasti habis dalam hitungan satu-dua-tiga. Takut dipanggil "ayo buruan apel".

Setelah apel pagi ... mulailah aktivitas forum, beginilah ketika dinamika kelompok dimulai, setiap kelompok harus mampu menyelesaikan sebuah permasalahan, atau merumuskan langkah strategis yang tepat untuk setiap permasalahan yang diberikan tutor. Mulai aktivitas dilakukan, dengan gaya khas setiap peserta PRAJAB dikelompoknya masing-masing.

Setelah semua dirumuskan dan diberikan solusi, setiap kelompok wajib mempresentasikan hasilnya, dan berusaha memberikan jawaban yang meyakinkan kepada kami para peserta, tekhusus untuk kelompok/peserta yang bertanya. Guna mencairkan suasana sebelum presentasi kelompok ... kelompok diwajibkan untuk menampilkan yel-yel kelompoknya. Inilah mungkin moment yang paling indah, saling melepas tawa dengan anekdot yel-yel yang dibuat.

Wah ... ini hari yang paling ditunggu, gimana tidak? Hari terakhir ... aduh bisa pada pulang, kangen ...!!!
Tapi kenangan ini gak mungkin bisa diulang, apalagi semua sudah pada bergerak ke tempat tugas masing-masing, sulit dech buat jadwal bisa kumpul lag seperti ni.

Semoga kenangan dan ilmu yang di dapat selama PRAJAB di Hotel Raden Palembang bisa bermanfaat dan dimanfaatkan dengan baik, amin.

Sekali lagi ciss .... !!! Senyum semangat.

Hotel Raden
Palembang,   April 2010.
 


PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PRAKTIKUM FISIKA BERBASIS LINGKUNGAN GUNA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DI SMA NEGERI 1 MUARA SUGIHAN KABUPATEN BANYUASIN


  Oleh: Rosdiana

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menghasilkan media pembelajaran praktikum fisika berbasis lingkungan yang valid, praktis, dan efektif, guna peningkatan hasil belajar siswa di SMA Negeri 1 Muara Sugihan Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan, dengan subjek  penelitian siswa kelas X.2. Media pembelajaran praktikum fisika berbasis lingkungan berupa materi ajar, Lembar Kerja Praktikum Siswa (LKPS), dan alat peraga ini dikembangkan melalui model Rowntree, dengan menggunakan evaluasi formatif Tessmer. Prototype 1 dinyatakan sebagai desain yang sangat valid menurut expert review and one-to-one evaluation, dengan hasil expert review untuk materi ajar (4,75), LKPS (4,86), dan alat peraga (4,51), sedangkan one-to-one evaluation (4,80). Prototype 2 sebagai desain yang praktis dan memiliki efek potensial terhadap hasil belajar, ini terlihat dari rata-rata aktivitas pembelajaran (76,25%), aktivitas praktikum (66,35%), keduanya aktif, sedangkan rata-rata participant’s reactions dan participant’s learning (4,20) sangat baik, hasil belajar siswa rata-rata (84,53) tinggi, di tahap small group. Prototype 2 yang telah direvisi dinyatakan sebagai desain yang efektif  dari rata-rata aktivitas pembelajaran (74,476%), aktivitas praktikum (79,12%), keduanya aktif, sedangkan rata-rata participant’s reactions and participant’s learning (4,075) baik, hasil belajar siswa berata-rata (76,65) tinggi, dengan rincian 7 siswa atau 20% sangat tinggi, 12 siswa atau 34,29% tinggi, 10 siswa atau 28,57% sedang, dan 6 siswa atau 17,14% yang rendah, sementara itu 0 siswa atau 0% sangat rendah. Hasil angket, tanggapan siswa sangat baik, (83,60%) terhadap media, dan (89,71%) terhadap proses, di tahap field test. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran praktikum fisika berbasis lingkungan berupa materi ajar, Lembar Kerja Praktikum Siswa (LKPS), dan alat peraga yang peneliti kembangkan valid, praktis, dan efektif pada saat pembelajaran pokok bahasan alat-alat optik.

kata kunci: pengembangan, media pembelajaran praktikum, berbasis lingkungan, materi ajar, Lembar Kerja Praktikum Siswa (LKPS), alat peraga, hasil belajar.


[1] Penulis utama, dibimbing oleh penulis lainnya: Tatang Suhery (Dekan FKIP Uneversitas Sriwijaya) dan Nyayu Khodijah (Ketua Lembaga Penelitian IAINRaden Fatah Palembang).

PSIKOLOG DAN KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM AL-QUR’AN


Para psikolog memandang kepribadian sebagai struktur dan proses psikologis yang tetap, yang menyusun pengalaman-pengalaman individu serta membentuk berbagai tindakan dan respons individu terhadap lingkungan tempat hidup.[5] Dalam masa pertumbuhannya, kepribadian bersifat dinamis, berubah-ubah dikarenakan pengaruh lingkungan, pengalaman hidup, ataupun pendidikan. Kepribadian tidak terjadi secara serta merta, tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Dengan demikian, apakah kepribadian seseorang itu baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab sepenuhnya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perjalanan kehidupan seseorang tersebut.[6]

Pergulatan Psikologis
Dalam kepribadian manusia terkandung sifat-sifat hewan dan sifat-sifat malaikat yang terkadang timbul pergulatan antara dua aspek kepribadian manusia tersebut. Adakalanya, manusia tertarik oleh kebutuhan dan syahwat tubuhnya, dan adakalanya ia tertarik oleh kebutuhan spiritualnya.
Al-Qur’an mengisyaratkan pergulatan psikologis yang dialami oleh manusia, yakni antara kecenderungan pada kesenangan-kesenangan jasmani dan kecenderungan pada godaan-godaan kehidupan duniawi. Jadi, sangat alamiah bahwa pembawaan manusia tersebut terkandung adanya pergulatan antara kebaikan dan keburukan, antara keutamaan dan kehinaan, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi pergulatan antara aspek material dan aspek spiritual pada manusia tersebut dibutuhkan solusi yang baik, yakni dengan menciptakan keselarasan di antara keduanya.
Disamping itu, Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa manusia berpotensi positif dan negatif. Pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negatifnya. Hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya tarik kebaikan.[7]
Potensi positif dan negatif manusia ini banyak diungkap oleh Al-Qur’an. Di antaranya ada dua ayat yang menyebutkan potensi positif manusia, yaitu Surah at-Tin [95] ayat 5 (manusia diciptakan dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya) dan Surah al-Isra’ [7] ayat 70 (manusia dimuliakan oleh Allah dibandingkan dengan kebanyakan makhlik-makhluk yang lain). Di samping itu, banyak juga ayat Al-Qur’an yang mencela manusia dan memberikan cap negatif terhadap manusia. Di antaranya adalah manusia amat aniaya serta mengingkari nikmat (Q.S. Ibrahim [14]: 34), manusia sangat banyak membantah (Q.S. al-Kahfi [18]: 54), dan manusia bersifat keluh kesah lagi kikir (Q.S. al-Ma’arij [70]: 19).[8]
Sebenarnya, dua potensi manusia yang saling bertolak belakang ini diakibatkan oleh perseteruan di antara tiga macam nafsu, yaitu nafsu ammarah bi as-suu’ (jiwa yang selalu menyuruh kepada keburukan), lihat Surah Yusuf [12] ayat 53; nafsu lawwamah (jiwa yang amat mencela), lihat Surah al-Qiyamah [75] ayat 1-2; dan nafsu muthma’innah (jiwa yang tenteram), lihat Surah al-Fajr [89] ayat 27-30.[9] Konsepsi dari ketiga nafsu tersebut merupakan beberapa kondisi yang berbeda yang menjadi sifat suatu jiwa di tengah-tengah pergulatan psikologis antara aspek material dan aspek spiritual.[10]

Pola-pola Kepribadian Menurut Al-Qur’an
Kepribadian merupakan “keniscayaan”, suatu bagian dalam (interior) dari diri kita yang masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada keyakinan siapakah diri kita yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an Allah telah menerangkan model kepribadian manusia yang memiliki keistimewaan dibanding model kepribadian lainnya. Di antaranya adalah Surah al-Baqarah [2] ayat 1-20. Rangkaian ayat ini menggambarkan tiga model kepribadian manusia, yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan kepribadian orang munafik.[11]
Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe kepribadian berdasarkan apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut.

a. Kepribadian Orang Beriman (Mu’minun)
Dikatakan beriman bila ia percaya pada rukun iman yang terdiri atas iman kepada Allah swt., iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada Kitab-kitab-Nya, iman kepada para rasul-Nya, percaya pada Hari Akhir, dan percaya pada ketentuan Allah (qadar/takdir). Rasa percaya yang kuat terhadap rukun iman tersebut akan membentuk nilai-nilai yang melandasi seluruh aktivitasnya. Dengan nilai-nilai itu, setiap individu seyogianya memiliki kepribadian yang lurus atau kepribadian yang sehat. Orang yang memiliki kepribadian lurus dan sehat ini memiliki ciri-ciri antara lain:
  • Akan bersikap moderat dalam segala aspek kehidupan,
  • Rendah hati di hadapan Allah dan juga terhadap sesama manusia,
  • Senang menuntut ilmu,
  • Sabar,
  • Jujur, dan lain-lain.[12]
Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-Qur’an ini merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam kehidupan ini, dalam batas yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah menghendaki kita untuk dapat berusaha mewujudkannya dalam diri kita. Rasulullah saw. telah membina generasi pertama kaum mukminin atas dasar ciri-ciri tersebut. Beliau berhasil mengubah kepribadian mereka secara total serta membentuk mereka sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan pribadi dan kemuliaan akhlak mereka.[13] Singkatnya, kepribadian orang beriman dapat menjadi teladan bagi orang lain.

b. Kepribadian Orang Kafir (Kafirun)
Ciri-ciri orang kafir yang diungkapkan dalam Al-Qur’an antara lain:
  • Suka putus asa,
  • Tidak menikmati kedamaian dan ketenteraman dalam kehidupannya,
  • Tidak percaya pada rukun iman yang selama ini menjadi pedoman keyakinan umat Islam,
  • Mereka tidak mau mendengar dan berpikir tentang kebenaran yang diyakini kaum Muslim,
  • Mereka sering tidak setia pada janji, bersikap sombong, suka dengki, cenderung memusuhi orang-orang beriman,
  • Mereka suka kehidupan hedonis, kehidupan yang serba berlandaskan hal-hal yang bersifat material. Tujuan hidup mereka hanya kesuksesan duniawi, sehingga sering kali berakibat ketidakseimbangan pada kepribadian,
  • Mereka pun tertutup pada pengetahuan ketauhidan, dan lain-lain.
Ciri-ciri orang kafir sebagaimana yang tergambar dalam Al-Qur’an tersebut menyebabkan mereka kehilangan keseimbangan kepribadian, yang akibatnya mereka mengalami penyimpangan ke arah pemuasan syahwat serta kesenangan lahiriah dan duniawi. Hal ini membuat mereka kehilangan satu tujuan tertentu dalam kehidupan, yaitu beribadah kepada Allah dan mengharap rida-Nya untuk mengharap magfirah serta pahala-Nya di dunia dan akhirat.[14]

c. Kepribadian Orang Munafik (Munafiqun)
Munafik adalah segolongan orang yang berkepribadian sangat lemah dan bimbang. Di antara sifat atau watak orang munafik yang tergambar dalam Al-Qur’an antara lain:
  • Mereka “lupa” dan menuhankan sesuatu atau seseorang selain Allah swt.,
  • Dalam berbicara mereka suka berdusta,
  • Mereka menutup pendengaran, penglihatan, dan perasaannya dari kebenaran,
  • Orang-orang munafik ialah kelompok manusia dengan kepribadian yang lemah, peragu, dan tidak mempunyai sikap yang tegas dalam masalah keimanan.
  • Mereka bersifat hipokrit, yakni sombong, angkuh, dan cepat berputus asa.
Ciri kepribadian orang munafik yang paling mendasar adalah kebimbangannya antara keimanan dan kekafiran serta ketidakmampuannya membuat sikap yang tegas dan jelas berkaitan dengan keyakinan bertauhid.
Dengan demikian, umat Islam sangat beruntung mendapatkan rujukan yang paling benar tentang kepribadian dibanding teori-teori lainnya, terutama diyakini rujukan tersebut adalah wahyu dari Allah swt. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw., manusia teladan kekasih Allah. Oleh karena itu pula, Nabi Muhammad saw. diutus oleh Allah swt. ke muka bumi untuk memainkan peran sebagai model insan kamil bagi umat manusia. Kepribadian dalam kehidupan sehari-hari mengandung sifat-sifat manusiawi kita, alam pikiran, emosi, bagian interior kita yang berkembang melalui interaksi indra-indra fisik dengan lingkungan. Namun lebih dalam lagi, kepribadian sesungguhnya merupakan produk kondisi jiwa (nafs) kita yang saling berhubungan. Atau, dapat dikatakan pula bahwa kepribadian seseorang berbanding lurus dengan kondisi jiwanya (nafs).[15]

Berangkat dari teori kepribadian di atas, maka kita dapat membagi kepribadian manusia menjadi dua macam, yaitu:
1. Kepribadian kemanusiaan (basyariyyah)
Kepribadian kemanusiaan di sini mencakup kepribadian individu dan kepribadian ummah. Kepribadian individu di antaranya melliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan orang lain. Dalam pandangan Islam, manusia memang mempunyai potensi yang berbeda (al-farq al-fardiyyah) yang meliputi aspek fisik dan psikis. Selanjutnya, kepribadian ummah meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah (bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang berbeda dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik ideologi maupun lainnya yang dapat memberikan dampak negatif.[16]

2. Kepribadian samawi (kewahyuan)
Yaitu, corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci Al-Qur’an, sebagaimana termaktub dalam firman Allah sebagai berikut.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ  .
Dan, bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Q.S. al-An’am [6]: 153)
Itulah beberapa gambaran mengenai psikologi dan kepribadian manusia dalam Al-Qur’an. Tentu gambaran di atas belum sepenuhnya berhasil meng-cover keseluruhan maksud Al-Qur’an mengenai manusia dengan segala kepribadiannya yang sangat kompleks. Sebab, begitu luasnya aspek kepribadian manusia sehingga usaha untuk mengungkap hakikat manusia merupakan pekerjaan yang sukar.
Walaupun demikian, paling tidak penjelasan di atas dapat memberikan gambaran bahwa manusia memiliki dua potensi yang saling berlawanan, yaitu potensi baik dan potensi buruk. Dua potensi ini lantas memilah manusia ke dalam tiga kategori, yaitu mukmin, kafir, dan munafik. Pembinaan kepribadian manusia lewat pendidikan yang baik akan menuntun manusia agar bisa memperkokoh potensi baiknya sehingga ia bisa memaksimalkan tugas utamanya untuk beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah Allah di muka bumi. Sebaliknya, pembinaan kepribadian manusia yang kurang maksimal akan memerosokkan manusia ke dalam derajat yang sangat rendah, bahkan lebih rendah dari binatang. []


[1]Ibid., hlm. 362.
[2]Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, hlm. 364.
[3]Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan, hlm. 63-65.
[4]Penjelasan mengenai fase kehidupan manusia ini didasarkan pada Q.S. al-Mu’minun [23]: 13-14. Lihat Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2005), hlm. 105-106.
[5]Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, hlm. 359.
[6]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 186.
[7]M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, hlm. 378.
[8]Ibid., hlm. 372.
[9]Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, hlm. 373-374
[10]Ibid., 377.
[11]Ibid., hlm. 381-382.
[12]Rani Anggraeni Dewi,  “Kepribadian (Psikologi Al-Qur’an)”, dalam www.pusakahati. com, 28 Desember 2009.
[13]Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur’an, hlm. 384.
[14]Ibid., hlm. 387-389.
[15]Rani Anggraeni Dewi,  “Kepribadian (Psikologi Al-Qur’an)”.
[16]Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 263.
[17]M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, hlm. 365.
-7.797224 110.368797

Menata dan Merekonstruksi Kurikulum yang Fleksibel

Oleh: Rosdiana

A. Pendahuluan
Era otonomi dalam bidang pendidikan di Indonesia sudah berlang-sung kurang lebih satu dasa warsa. Otonomi ini sejalan dengan tuntutan agar perguruan tinggi secara institusional menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dalam dunia global (global competetiveness) di dunia kerja. Persaingan ini, lebih jauh dalam arti sebenarnya, diharapkan mampu membawa trade mark perguruan tinggi yang dapat berkompetisi di tingkat nasional dan menyiapkan SDM yang mampu bersaing secara global.
Perguruan tinggi harus tetap exist dan bertahan untuk meng-hadapi persaingan global. Untuk menghadapi persaingan global perguruan tinggi dituntut menghasilkan lulusan (output) yang memiliki kemampuan yang berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap untuk bertindak secara cerdas (intelligence). Untuk mencapai maksud di atas, perguruan tinggi harus berani menghadapi perubahan yang terjadi. Dalam rangka menghadapi tuntutan perubahan dan dunia kerja bagi lulusannya, perguruan tinggi harus mempu menyesuaikan diri. Agar hal-hal tersebut berjalan seiring, perguruan tinggi perlu melakukan perubahan-perubahan baik secara kelembagaan maupun segi kuriku-lumnya
Perubahan kelembagaan dilakukan dengan cara menata pola kerja dan oraganisasi lembaga, termasuk memperbaiki iklim kerjanya se-hingga diharapkan meningkatkan produktivitas kerja staf akademik dan lulusannya. Selama dua dekade terakhir, pendidikan tinggi terus menata dan mereorganisasi kurikulumnya. Penataan dan reorganisasi ini didorong oleh adanya tuntutan kebutuhan masyarakat, social demand, yang bersifat dinamis. Ini berati kebutuhan masyarakat yang selalu berubah memiliki implikasi berubahnya kurikulum, karena apabila tidak dilakukan segera lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi akan tertinggal, atau ditinggalkan oleh masyarakatnya. Untuk itulah, perguruan tinggi perlu melakukan perbaikan dan perubahan kurikulumnya. Proses membuat keputusan untuk melakukan perbaikan atau revisi atau rekonstruksi kurikulum inilah kita kenal dengan pengembangan kurikulum. Oliva (1992) menyatakan, �Curriculum development is seen here as the process for making programmatic decisions and for revising the product of those decisions on the basis of continous and subsequent evaluation.�
Perubahan kurikulum dilakukan secara selektif, adaptif dan fleksibel sehingga lulusannya mampu memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat. Secara selektif, artinya bahwa substansi kurikulum atau pengalaman belajar mahasiswa dipilih yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan minat mahasiswa serta menunjang pencapaian visi dan misi kelembagaan.
Adaptif, artinya kurikulum yang disusun dapat menyesuaikan dengan irama kondisi lingkungan. Kurikulum yang adaptable yaitu kurikulum yang disusun mampu memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, kurikulum disusun hendaknya selalu dapat menyesuikan dengan keadaan masyarakat atau stakeholdernya.
Fleksibilitas kurikulum dilakukan melalui fleksibiltas program-program yang ditawarkan dan selalu mengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Fleksibilitas sebagai salah satu prinsip penyusunan kurikulum, bahwa kebutuhan masyarakat dan dunia kerja yang selalu berkembang dapat dipenuhi oleh kurikulum.
Sejalan pula dengan perubahan-perubahan yang terjadi seba-gaimana di sebut di atas, pemerintah telah mengeluarkan keputusan, yaitu Kepmendiknas nomor:232/U/2000 yang berkaitan dengan Pedo-man Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Hasil Belajar Ma-hasiswa. Dalam pedoman tersebut diatur tentang ragam kelompok matakuliah (MPK, MKK, MKB, MPB, MBB).Sebagai tindak lanjut, Kep-mendiknas di atas dikeluarkan juga Kepmendiknas o45/U/2004 ten-tang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Kurikulum ini menegaskan bahwa kurikulum inti ini memuat kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa. Kompetensi ini memuat unsur-unsur sebagaimana yang tertuang dalam keputusan nomor 232/U/2000. Namun demikian, pedoman untuk melaksanakan masih belum menyertai kebijakan tersebut. Untuk itu, perguruan tinggi perlu mengambil prakarsa dalam rangka menindaklanjuti keputusan tersebut. Lagipula, perguruan tinggi harus mengantisipasi adanya tuntutan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

B. Landasan Perubahan
Seiring dengan pembaharuan dan perubahan kurikulum perlu segera dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Perubahan-perubahan ter-sebut sangat penting dan tidak bisa dihindari, karena melalui peru-bahan tersebut kehidupan akan terus tumbuh dan berkembang (Oliva, 1992). Perubahan kurikulum di Indonesia didorong oleh beberapa faktor. Faktor-faktor pendorong ini meliputi sebagai berikut, yaitu: 1) politik atau kebijakan, 2) dinamika masyarakat, 3) perkembangan ilmu dan teknologi, 4) ideologi masyarakat, dan 5) historis dan sosiologis.

1. Politik atau Kebijakan
Pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan demikian, faktor politis telah memberikan warna pada kuriku-lum yang berlaku. Hal ini terlihat pada implementasi atau pemberlakuan Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang ini memberikan kewenangan atau otonomi kepada daerah untuk mengatur sendiri rumah tangganya. Pelaksanaan Undang-undang ini diikuti pula dengan perubahan pengelolaan pendidikan, yaitu dari pusat (sentralistik) ke daerah (desentralistik). Otonomi pendidikan ini semakin memberikan peluang besar bagi lembaga, pendidikan tinggi untuk berinisiatif mengubah kurikulumnya dengan menyesuaikan dengan kebutuhan daerah di satu pihak, dan kebutuhan yang lebih luas agar perguruan tinggi mampu bersaing di pasar global. Peluang untuk bersaing bagi perguruan tinggi diawali dengan dikeluarkan Kepmendiknas baik SK nomor 232/U/2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum PT dan penilaiann hasil belajar mahasiswa maupun nomor 045/U/2002 tentang perubahan Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. Keputusan ini sekaligus menjadi landasan bagi perubahan kurikulum secara mendasar. Kurikulum pendidikan tinggi tersebut memuat baik kurikulum inti maupun kurikulum institusional. Secara pendek kata, kurikulum pendidikan tinggi tersebut mengandung keputusan politik, curriculum policy, baik pada tataran tingkat pusat (nasional) maupun tataran kelembagaan instituional.

2. Tuntutan Masyarakat
Selain faktor politik, tuntutan masyarakat dan dunia kerja menjadi pertimbangan dalam perubahan kurikulum. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat selalu berubah secara dinamis (dinamika masyarakat). Tuntutan kebutuhan maysarakat semakin kompleks dan bersifat terus menerus. Suatu kebutuhan telah tercapai maka muncul kebutuhan lainnya. Misalnya, kebutuhan dalam bidang komunikasi diikuti oleh kebutuhan akan sumber daya manusia yang mampu dalam bidang komunikasi, kebutuhan akan alat bantu pengolah data dengan perangkat komputer menuntut kebutuhan sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan dan melakukan pengolahan data dengan komputer, dan seterusnya.
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan lulusan perguruan tinggi terkait denagn kualitas penguasaan kemampuan spesialisasi tertentu sehingga PT perlu menyiapkan lulusan menguasai bidang-bidang ter-tentu, spesialis. Di pihak lain, perguruan tinggi perlu menawarkan lulusan yang memiliki kemampuan umum yang pembenatukan keahliannya dilakukan secara paralel dengan perkembangan dunia kerja. Perihal ini terkait dengan penyiapan kurikulum spesialis, subject matter curriculum di satu pihak dan penyiapan kurikulum yang generalis, umum.

3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Tuntutan dinamika masyarakat di atas, menyebabkan dan/atau disebabkan oleh adanya perkembangan ilmu dan teknologi. Munculnya teori-teori baru dari cabang ilmu tertentu merupakan hasil percobaan-percobaan manusia. Munculnya ilmu pengetahuan baru telah pula diaplikan oleh manusia untuk membantu mempermudah pekerjaannya. Ilmu pengetahuan tersebut biasanya bersinergi dengan ilmu pengetahuan yang lain sehingga muncul ilmu pengetahuan baru hasil kerja sama dua ilmu pengatahuan dan akhirnya mampu memunculkan ilmu-ilmu bantu dan teknologi baru. Perkembangan dalam ilmu komunikasi dan ilmu komputer yang keduanya bersinergi maka muncul alat komukasi baru, yaitu internet, Wartel, telkomsel, telekonferensi, dan sebagainya.
Perkembangan disiplin baru, ilmu-ilmu bantu yang sekarang ini sudah memasuki tahapan pasca modern dan disiplin-disiplin tersebut saling berkaitan, misalnya di Fakultas Peternakan mahasiswa tidak hanya menguasai bidang produksi makanan ternak, nutrisi, sanitasi dan sebagainya, para mahasiswa juga dituntut memiliki ilmu bantu misalnya marketting, komunikasi, penyuluhan, media penyuluhan dan lain sebagainya. Hadirnya ilmu-ilmu bantu tersebut akan menambah beban kredit yang harus ditempuh oleh mahasiswa; tetapi dipihak lain perlu ada perampingan dimana pencapaian beban kredit cukup berkisar antara 144-160 sks. Untuk itu, perlu meletakkan prorsi seimbang antara kurikulum inti dan instituional.

4. Ideologis atau Cita-cita Masyarakat
Pada masyarakat yang memiliki jiwa dinamis dan daya saing atau kompetetif tinggi, perubahan cepat dan segera menjadi ukuran keberhasilan dan kemajuan masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat dengan peradaban tinggi, terdidik, idealis, dan progresif lebih mengutamakan perkembangan dan kemajuan cepat untuk mendukung pencapaian cita-cita hidupnya. Hal ini biasanya dijumpai dalam struktur masyarakat yang bersifat homogen.
Cita-cita masyarakat yang ingin misalnya membentuk lingkungan hidupnya harmonis menghendaki tatanan nilai-nilai yang mendukung kehidupan masyarakata harmonis. Untuk itulah, masyarakat menghendaki lembaga pendidikan yang tujuannya juga ikut memelihara warisan budaya, transmisi kultural yang menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang seimbang. Masyarakat industri berbeda lagi, mereka menghendaki agar lulusan pendidikan tinggi berorientasi pada kualitas kemampuan lulusan yang produktif sehingga akan memajukan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya. Dan sebagainya.

5. Historis dan Sosiologis
Di sisi lain, faktor historis dan sosiologis masyarakat turut serta dalam mendorong perubahan kurikulum. Faktor historis masyarakat biasanya mewarnai alur perkembangan kurikulum. Aspek-aspek nilai, norma, sejarah masa lalu suatu masyarakat masih menjadi ukuran dan ciri khas suatu masyarakat. Hetrogenitas masyarakat memberikan kontribusi bagi cepat lambatnya suatu inovasi dalam bidang kurikulum. Sebagian masyarakat ingin cepat maju, sebagian yang lain ingin sedang-sedang saja, dan sebagian yang lain pula tidak ingin berubah dan tetap ingin mempertahankan aspek-aspek nilai dan norma kemasyarakatan yang telah berjalan selama ini.
Sebagian masyarakat yang ingin mempertahankan kehidupan yang tetap stabil dan tidak ingin ada goncangan, perubahan yang dikehendaki bukan perubahan revolusioner akan tetapi perubahan evolusi, pelan tapi pasti. Perubahan kurikulum bisa dilakukan secara tambal sulam, yang perlu diubah yang diubah dan yang perlu �dijaga� kelestariannya tetap dipertahankan. Pola semacam ini banyak dialami dalam proses perubahan kurikulum kita karena ada anggapan bahwa kurikulum ini masih relevan .

6. Psikologis
Landasan psikologis berkenaan dengan bagaimana belajar da-pat terjadi atau pendekatan macam apa yang dipakai untuk membantu proses belajar. Prinsip-prinsip belajar dan teori-teori belajar telah mem-berikan warna dan nuansa kegiatan pembelajaran. Pemilihan dan im-plementasi teori belajar telah mengubah wajah pelaksanaan proses pembelajaran dan bagaimana materi atau bahan ajar diterima dan di-konstruksi oleh siswa. Pemilihan atau seleksi isi materi ini berkenaan dengan minat dan motivasi belajar siswa. Isi materi atau bahan ajar ini sangat terkait dengan kurikulum. Penyajian atau penyampaian isi materi ini perlu mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai atau kompetensi macam apa yang ingin diharapkan dimiliki oleh siswa, strategi atau metode, alat dan sumber serta waktu.
Pemilihan isi materi dalam kurikulum ini harus mempertimbangkan aspek usia dan jenjang belajar siswa . Dengan demikian, kompetensi yang dituntut dari setiap siswa berbeda dengan yang lainnya, termasuk juga tingkat penguasaanya.
Pemilihan atau seleksi isi bahan kajian atau pengalaman belajar mahasiswa sangat terkait dengan faktor psikologis, misalnya kebutuhan belajar, minat, motivasi, gairah belajar, dan kemampuan intelektual dan sebagainya.

C. Bahan Kajian Pengembangan Kurikulum
1. Kurikulum sebagai curriculum policy
Secara sepihak kurikulum sebagai suatu proses politik. Dikata-kan sebagai proses politik karena kurikulum ini merupakan proses institusional. Pengambilan keputusan atau kebijakan tentang apa yang harus dibelajarkan tidak pernah didasarkan pada kajian rasional atau penelitian. Dan keputusan politis ini tidak dilandasi analisis kritis tentang bahan kajian dalam disiplin ilmu, kebutuhan masyarakat, atau kajian-kajian yang berkaitan dengan proses belajar peserta didik serta kebutuhannya. Alasan yang dijadikan landasan berdasarkan bahwa hal ini penting karena didasari otorisasi politis, siapa yang mengambil keputusan.
Apa yang tertuang dalam dokumen tertulis, buku pedoman un-iversitas atau fakultas dan apa yang seharusnya dibelajarkan dan me-rupakan kompilasi yang harus dikuasai oleh mahasiswa selama mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.

2. Keputusan tentang Apa yang akan Diajarkan
Apa yang menjadi cita-cita ideal pengembang kurikulum adalah bagaimana memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Selama ini para mahasiswa atau para peserta didik lebih banyak mempelajari kurikulum yang lebih memfokuskan pada academic course (Lee, Croninger, & Smith, 1997).
Secara tradisional, bahwa kurikulum merupakan daftar topik atau pokok bahasan. Pandangan kurikulum semacam ini memberikan implikasi bahwa apa yang harus dipelajari oleh mahasiswa berangkat dari serentetan paket-paket mata kuliah atau pokok bahasan. Penggarapan kurikulum sebagai daftar topik, secara linier mengharuskan mahasiswa �menelan� apa saja yang disajikan.
Apa yang dihayati dosen seolah-olah menjadi faktor penentu keberhasilan mahasiswa. Penyikapan tentang apa yang diberikan se-lama ini merupakan hal yang dianggap penting untuk membekali ma-hasiswa. Hargreaves (1994) menyatakan bahwa apa yang dipikirkan, diyakini, dan dilakukan dosen di kelas itulah yang menjadi pembentuk belajar mahasiswa.
Namun demikian, apa yang terjadi di kelas situasi dimana pen-galaman-pengalaman belajar dialami dan dilakukan oleh mahasiswa menjadi lebih penting. Pengalaman belajar mahasiswa sangat besar artinya dan mempunyai nilai fungsional manakala pengalaman ini dialami sendiri (learning by doing). Dalam pandangan teori konstruktivistik bahwa kurikulum ini sebagai a mind expanding experience (Eisner, 1997). Batasan kurikulum ini lebih mendasarkan pada apa yang sebenarnya dialami oleh mahasiswa di perguruan tinggi: pandangan-pandangan, kecenderungan-kecenderungan, keterampilan, sikap- yang berarti bahwa mahasiswa memiliki peran besar (McNeil, 1990) dalam menentukan sesuatu yang dipelajarinya.

D. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Pemilihan bahan kurikulum yang baik merupakan bagian penting dalam kaitan dengan proses pembelajaran secara keseluruhan. Para dosen yang merealisasikan isi dan kualitas bahan kajian (kurikulum) tersebut berpengaruh bukan hanya pada apa yang dipelajari mahasiswa tetapi juga bagaimana sebaiknya mereka mempelajarinya.
Berkenaan dengan pemilihan isi kurikulum tersebut, para pen-gembangan dan praktisi kurikulum perlu memperhatikan beberapa prinsip dasar. Oliva (1992) mengemukakan beberapa prinsip dasar, yang disebut aksioma.
1. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari
Masyarakat berkembang untuk mengadopsi dan mengadaptasi perubahan-perubahan yang ada di sekelilingnya. Perubahan ini untuk merespon masalah-masalah kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat, yang mencakup masalah lingkungan, nilai dan moralitas, keluarga, perubahan mikroelektronik, dunia kerja, persamaan hak, krisis masyarakat, kriminal, dan sebagainya.
2. Kurikulum merupakan produk perubahan yang seiring dengan
waktu. Perubahan selalu terjadi secara periodik berdasarkan alur waktu tertentu. Para perencana dan pengembang kurikulum perlu mengidentifikasi berbagai hal untuk membuat keputusan kurikulum pada masa mendatang.
3. Perubahan secara konkurensi atau secara bersamaan dengan hal lain. Perubahan dalam suatu komponen kurikulum bisa terjadi
perubahan pada komponen lain secara bersamaan. Atau, akhir dari suatu perubahan komponen menjadi awal bagi perbaikan kurikulum berikutnya.
4. Perubahan kurikulum merupakan hasil perubahan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Pengembang kurikulum perlu mengawali perubahan dari sisi manusianya karena pada dasarnya merekalah yang justru mengubah kurikulum. Ini artinya ada upaya melibatkan orang-orang atau pihak-pihak yang terkait dalam proses pengembangan kurikulum.
5. Perubahan kurikulum merupakan usaha bersama sekelompok
orang. Perubahan kurikulum tidak bisa dilakukan secara terpi-sah-pisah, melainkan dilakukan secara berkolaborasi. Artinya dalam proses perubahan kurikulum melibatkan sekelompok orang yang memiliki peran dan tugas sendiri-sendiri.
6. Perubahan kurikulum adalah proses pembuatan keputusan. Para perencana kurikulum bekerja sama untuk memilih dan menentukan disiplin, pandangan, tekanan, metode, dan organisasi kurikulum.
7. Perubahan kurikulum merupakan proses berkelanjutan, never-ending process. Kurikulum selalu diperbaiki dan disempurnakan untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Kesempurnaan mutlak sebuah kurikulum tidak pernah terjadi, karena tuntutan atau dinamika selalu terjadi.
8. Perubahan kurikulum merupakan proses yang menyeluruh atau komprehensif. Komprehensif ini meliputi bukan hanya melihat sisi peserta didik atau mahasiswa, dosen, orang tua, dan program-programnya saja tetapi juga melihat secara keseluruhan termasuk bentuk penyimpangan yang mungkin bisa terjadi.
9. Perubahan kurikulum secara sistematik lebih efektif daripada hanya sekedar uji coba. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan secara komprehensif atau menyeluruh dan sistematis. Perubahan yang tidak memperhatikan berbagai aspek atau unsur hanya akan membuang waktu, energi dan biaya. Perubahan kurikulum yang dilakukan secara coba-coba akan memberikan dampak negatif, terutama pada subjek didik dan masyarakat pengguna.
10. Perubahan kurikulum dilakukan dengan memulai dari kurikulum yang ada. Pengembangan kurikulum tidak bisa hanya dilakukan semalam, atau sekedar membalik telapak tangan. Ada berbagai komponen perlu dipertimbangkan.

E. Pihak-pihak yang Terlibat dan Dampak Keputusan Kurikulum
1. Masyarakat
Masyarakat sebagai basis yang mendapat layanan hasil pendi-dikan memiliki arti strategis dalam ikut serta (berperan serta) dalam mengembang-kan kurikulum suatu lembaga. Masyarakat berperan se-bagai sumber-sumber informasi penting bagi reformasi atau pembaharuan kurikulum. Penyediaan sumber-sumber tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan dan minat-minat masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat ini memberikan kontribusi bagi perguruan tinggi dalam kaitan dengan penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Semakin besar keterlibatan masyarakat, semakin tingii resistensi perguruan tinggi terhadap masyarakat sekitarnya. Namun demikian, Schaffarzick (1976) menyatakan bahwa peran serta atau partisipasi masyarakat dalam kebijakan pengembangan kurikulum masih cenderung kecil, masih nampak acuh tak acuh, reaktif, dan masih superficial. Hal ini juga masih berlangsung hingga kini, bahwa masyarakat masih belum banyak berkiprah banyak dan belum diajak bicara soal pengembangan kurikulum.

2. Institusi
Keterlibatan institusi dalam pengembangan kurikulum menjadi pola pengembangan kurikulum selama ini. Tujuan lembaga melalui visi dan misi perguruan tinggi membentuk profil lulusan, adalah sesuatu hal dasar. Institutional-based system memerankan tugas utama dalam menjabarkan keputusan centralized-board system. Tidak dapat dipungkiri, kebijakan yang pemerintah pusat masih harus dijalankan lewat misi-misi perguruan tinggi, yang notabene masih harus mendidik warganegara beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Misi-misi tersebut masih harus menjadi perhatian pengembang kurikulum baik di tingkat pusat maupun di tingkat universitas/fakultas/jurusan. Institusi perlu menjabarkan misi tersebut walaupun harus mengurangi beban kredit (credit course) yang perlu dikuasai oleh mahasiswa.
Pengembang kurikulum di tingkat universitas, fakultas, dan jurusan memberikan warna (coloring) tentang profil lulusan yang ingin dihasilkan. Keterlibatan staf akademik dalam menyiapkan lulusan sekaligus membentuk �wajah lulusan� sangat strategis kedudukannya. Dikatakan strategis karena peran para dosen dan staf akademik ini secara langsung dapat memberikan kontribusinya bagi penyiapan para lulusan di tingkat universitas, fakultas, dan jurusan.

3. Instruksional/Pembelajaran
Melalui proses pembelajaran di kelas, para dosen dan mahasis-wa berinteraksi, pengembangan kurikulum menampakkan wujudnya. Proses belajar dan pengalaman pembelajaran di kelas merupakan pengejawantahan bahan kajian atau isi kurikulum. Keseluruhan proses-proses yang dilewati atau keberlangsungan interaksi dosen-mahasiswa memberikan dampak pembelajaran, instructional effect, yang secara langsung memberikan urunan bagi terbentuknya penguasaan (mastery learning). Tingkat penguasaan ini dapat diukur melalui alat ukur yang memiliki tingkat validitas dan reliabilitas tinggi. Di samping dampak langsung pembelajaran, proses pembelajaran memiliki dampak pengiring atau penyerta, nurturent effect, di mana dampaknya berupa pembentukan sikap dan perilaku misalnya menghargai pendapat orang lain, bersemangat, motivasi tinggi, minat belajar dan sebagainya.

4).Personal
Secara perorangan biasanya terkait dengan kepakaran sesorang dalam disiplin tertentu. Kepakaran dalam menguasai bidang tertentu sangat dibutuhkan dalam rangka menunjang dan meningkatkan relevansi kurikulum. Seseorang yang memiliki keahlian dan menaruh minatnya dalam pengembangan disiplin ilmu tertentu memiliki dampak pada tingkat validitas eksternal disiplin ilmu tersebut. Pengembangan bidang atau disiplin di suatu fakultas menuntut adanya pihak-pihak tertentu baik secara kolegial maupun perseorang untuk bekerja saling membantu dalam memajukan disiplin bidang tersebut. Karena bidang garapan disiplin ilmu tertentu menuntut keahlian yang dimiliki oleh orang lain di luar bidang tersebut.

F. Diferensiasi Kurikulum
1. Kurikulum ideal
Harapan-harapan dan rekomendasi yang dipikirkan oleh para ahli, kelompok pemerhati, masyarakat, dan pemerintah agar lembaga pendidikan mampu mengikuti arus perubahan perlu diakomodasikan dalam penyusunan kurikulum. Berbagai harapan dan rekoemendasi yang diajukan, misalnya perlu adanya kurikulum yang memuat pendidikan etika, kurikulum bagi anak yang cerdas, kurikulum bagi multiple intelligence, dan sebagainya perlu segera diwadahi. Bahkan pemerintah dianjurkan merancang kurikulum yang dapat memenuhi pangsa pasar, sehingga lulusannya dapat bekerja setelah menyelesaikan studinya.
Kurikulum ideal ini memuat cita-cita dan tujuan nasional dan masyarakat/negara sehingga kurikulum ini mengandung system nilai yang diyakini oleh suatu masyarakat.

2. Kurikulum formal
Kurikulum formal sebagaimana tertuang dalam Garis-gasris Besar Program (GBPP). Kurikulum formal berisi muatan isi bahan kajian yang perlu belajarkan dan apa yang ingin dicapai oleh program studi (prodi) tertentu. Kurikulum formal ini berupa pengalaman belajar tertulis (written curriculum) yang didokumentasikan di program studi, yang dalam kurun waktu tertentu harus dicapai oleh mahasiswa. Dokumentasi kurikulum yang memuat tujuan kurikuler, bahan kajian dan pengalaman belajar, media dan sumber, serta taksiran waktu yang diperlukan untuk menyajikan kurikulum formal tersebut.


3. Kurikulum yang dihayati dosen
Apa yang dialami dan dihayati oleh setiap dosen tentang kurikulum formal memunculkan interpretasi atau penafsiran yang beragam. Setiap dosen atau pengajar memiliki interpretasi tentang kurikulum formal yang beraneka ragam. Dalam prakteknya, setiap dosen memiliki tingkat keputusan tentang apa yang diajarkan dan harus dicapai oleh peserta didik. Penghayatan yang berbeda dari seorang dosen dengan dosen lain, apabila tidak tidak dilakukan shared-experience, akan melahirkan diferensiasi implementasi kurikulum. Yang pada gilirannya, pengalaman belajar yang ditularkan kepada mahasiswa akan bervariasi. Akibat lebih jauh, mahasiswa akan mendapat pengalaman belajar yang sama sekali berbeda dan bahkan akhirnya jauh dari tujuan yang diinginkan.

4. Kurikulum Operasional
Kurikulum operasional ini berkenaan dengan apa yang benar-benar terjadi atau berlangsung di dalam konteks kelas. Implementasi kurikulum di tingkat kelas ini berupa interaksi antara dosen-mahasiswa, atau penggalian pengalaman dilakukan sendiri oleh mahasiswa melalui bahan kajian/modul yang dipelajarinya. Apa yang dipikirkan atau dihayati dan dialami oleh dosen dalam implementasi di kelas kadangkala terjadi ketidaksejalanan. Semakin kaya pengalaman belajar yang didapatkan oleh mahasiswa melalui interaksi di kelas, semakin banyak kesempatan belajar yang didapat oleh mahasiswa.

5. Kurikulum Eksperensial
Kurikulum esperiensial ini berdasarkan pengalaman nyata ma-hasiswa di kelas. Apa yang sebenarnya mereka peroleh dan pikirkan melalui penghayatan (interaksi) di kelas. Pengalaman belajar mahasiswa berkaitan dengan latar belakang mahasiswa, dan inilah yang memiliki kontribusi banyak bagi perolehan (gained) mahasiswa di samping hasil interaksinya dengan dosen.

G. Penutup
Perubahan kurikulum baik sebagian maupun keseluruhan selalu dibutuhkan karena perubahan itu memang menjadi bagian dari dinamika pendidikan. Disadari atau tidak, bahwa pendidikan itu tidak lain adalah politik karena ditetapkan melalui kehidupan tatanan berbangsa dan bernegara, melalui ketetapan majelis. Pada gilirannya, kurikulum juga menjadi bagian dari proses pilitik tersebut mengingat kurikulum merupakan keputusan nasional dan institusional.
Pihak-pihak yang terkait dan melibatkan diri dalam proses�proses perubahan kurikulum menaruh perhatiannya pada perbaikan dan peningkatan kualitas hasil yang lebih baik. Perhatian dan kepedu-lian ini diwujudkan dalam bentuk keterlibatan aktif dan partisipasi dalam memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum.

Daftar Bacaan.

Eisner, E.W. (1997) Cognition and Representation. Phi Delta Kappan.
78. (5) 349-353.

Hargreaves, A. (1994) Changing Teachers, Changing Times.
London:Cassell.

McNeil, J.D. (1990) Curriculum: A Comprehensive Introduction. Glen-view, IL: A Division of Scott, Foresman and Company.

Oliva, P.F. (1992) Developing the Curriculum. New York: Harper Collins Publishers.

Schaffarzick, J. (1976) Teachers and Lay participation in Local curricu-lum Change Considerations. Paper presented at the American Educational Research association Annual Meeting. San Fransisco, CA.

Rabu, 30 November 2011

Tema: “Melalui HARLA KOHATI Perkuat Ukhuwah, Bersihkan Hati di Bulan Yang Suci”


Oleh: Rosdiana

KOHATI
KOHATI singkatan dari Korp HMI-Wati (pasal 1 ayat a PDK), yang didirikan pada tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H bertepatan dengan tanggal 17 September 1966 pada Kongres VIII di Solo (pasal 2 ayat a PDK). KOHATI bertujuan (pasal 3) terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita (akademis, pencipta, pengabdi, bernafaskan islam, bertanggungjawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur). KOHATI berfungsi sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader dalam wacana dan dinamika keperempuan (pasal 6 PDK). Peran KOHATI (pasal 7 PDK) adalah sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.
Gagasan pembentukan KOHATI lahir pas musyawarah kerja HMI jaya pada tanggal 12 desember 1965 dengan maksud lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota HMI Putri dan ikut serta dalam melaksanakan cita-cita perjuangan bangsa melalui satu wadah dan membentuk HMI-Wati menjadi kader-kader yang peduli pada organisasi kemasyarakatan, sosial politik serta bidang kewanitaan.
Kemudian KOHATI dikukuhkan dengan Surat Keputusan No. 239/A/Sek/1966 tertanggal 11 juni tentang pembentukan Korp HMI-Wati. Untuk sementara korp ini dibentuk daalam tingkatan cabang, komisariat dan rayon dengan status semi otonom. Pembentukan KOHATI secara nasional dilaksanakan pada kongres VIII HMI di Surakarta tanggal 10-17 september 1966, dalam sub komisi musyawarah HMI-Wati telah memtuskan mendirikan Korps HMI-Wati disingkat KOHATI tanggal 17 september 1966. Dalam buku lain dijelaskan latar belakang berdirinya KOHATI karena situasi politik akibat meletusnya Gestapu/PKI. Untuk mempersatukan seluruh guna menumpas kekuatan gerakan 30 september, muncullah kesatuan kesatuan aksi termasuk Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Dan sebagai perwakilan HMI-Wati dibentuklah KOHATI. Selain itu situasi intern HMI sendiri, didirikan lembaga-lembaga khusus yang bertujuan mengembangkan keahlian dari anggotanya. Lahirlah KOHATI dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan serta pembinaan HMI-Wati di bidang kewanitaan baik intern maupun ekstern HMI.
Agusalim dalam makalah yang disampaikan pada seminar sejarah KOHATI di Yogyakarta 19-20 november 1982, memaparkan bahwa yang menjadi latar belakang berdirinya KOHATI adalah :
  1. karena semangat dan jiwa islam yang tertanam pada setiap anggota HMI- Wati yang menempatkan wanita pada tempat wajar.
  2. karena semangat dan realisasi emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh RA Kartini.
  3. karena tuntutan HMI sendiri, karena secara kuantitas maupun kualitas memungkinkan sekali mendirikan KOHATI sebagai badan khusus yang bergerak di bidang kewanitaan.
  4. kondisi intern yaitu dengan berdirinya sebagai korp di kalangan angkatan bersenjata, memacu semangat HMI-Wati mendirikan wadah sejenis.
  5. faktor politik, agar HMI-Wati ikut bersama kelompok wanita lain bekerjasama menumpas Gestapu/ PKI.
  6. karena berdirinya lembaga –lembaga khusus dalam HMI seperti LDMI, LKMI, LSMI, LPMI, LAPMI, dan lain lain.
  7. dalam rangka peningkatan dan pengembangn kegiatan dan pembinaan HMI-Wati di bidang kewanitaan dalam rangka pembentukan kader HMI-Wati sebagai patriot komplit.
Ada dua alasan mengapa KOHATI menurut Panduan Dasar KOHATI (PDK) pada saat itu didirikannya, yaitu:
  1. Secara internal, departemen keputrian yang waktu itu sudah ada tidak mampu lagi menampung aspirasi para kader HMI-Wati, disamping basic-needs anggota tentang berbagai persoalan keperempuan kurang bisa difasilitasi oleh HMI. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung aspirasi HMI-Wati, diharapkan secara internal, HMI-Wati dapat memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang muncul dari basic-needs anggotanya sendiri (HMI-Wati).
  2. Secara eksternal, HMI mengalami tantangan yang cukup pelik dikaitkan dengan hadirnya lawan “ideologi” HMI yaitu komunisme yang masukk melalui pintu gerakan perempuan (gerwani). Selain itu maraknya pergerakkan keperempuan yang ditandai dengan munculnya organisasi perempuan dengan berbagai variasi bentuk ideologi, pilihan isu, maupun strategi gerakannya membuat HMI harus :merapatkan barisannya” dengan cara terlibat dalam kancah gerakan perempuan berbasis organisasi perempuan.
Atas pertimbangan itulah KOHATI didirikan, dengan terpilihnya Anniswati Rochlan (sekarang dikenal dengan Anniswati M. Kamaluddin) sebagai Ketua Umum KOHATI pertama pada waktu itu.
Sesuai dengan ide dasar pembentukkannya, maka proses pembinaan di KOHATI ditujukan untuk peningkatan kualitas dan peranannya dalam wacana keperempuan. Ini dimaksudkan bahwa ativitas HMI-Wati tidak saja di KOHATI dan HMI, tetapi juga dalam masyarakat luas, terutama dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuan. Dengan demikian, maka jelas bahwa tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HMI.
Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik maka KOHATI harus membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota KOHATI memiliki watak dan kepribadian yang teguh. Kemampuan intelektual, kemampuan profesional serta kemandirian dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Peningkatan kualitas ini, dilakukan KOHATI melalui proses pembinaan yang terencana dan terarah melalui serangkaian aktifitasnya. Dalam lingkup melakukan aktivitas sehari-hari, baik dalam konteks pembinaan kader di lingkup intern HMI maupun dalam konteks perjuangan di lini gerakan perempuan di lingkup ekstern HMI, ada beberapa prinsip-prinsip (kode etik) yang harus dipegang dalam menjalankan aktivitas. Berbagai prinsip atau kode etik tersebut adalah:
  1. Ta’aruf (pengenalan)
  2. Tafahum (saling sefaham)
  3. Ta’awwum (saling tolong menolong)
  4. Takaful (saling berkesinambungan)
MAKNA HARI LAHIR
Beberapa saat lagi, genap sudah 43 tahun KOHATI mewarnai perjalanan HMI, baik intern maupun ekstern. Selama itu banyak hal yang telah tercapai namun banyak juga yang belum terwujud. Setiap lembaga pasti mempunyai hari lahirnya, dan masing-masing punya cara untuk merayakannya.
Hari lahir atau yang lebih akrkrab disebut HARLA adalah waktu intropeksi kembali, melihat ke belakang dan menata masa depan secara lebih baik lagi. HARLA KOHATI tahun ini sungguh luar biasa dan istimewa karena bersamaan dengan bulan suci Ramadhan. HARLA ini adalah sebuah momen yang sangat bersejarah dalam perjalan KOHATI khususnya dan HMI secara umumnya. Yakni sebuah tekad yang bulat untuk mewujudkan tujuan KOHATI sebagai perpanjangan dari tujuan HMI.
Lalu apa makna Hari lahir (HARLA) KOHATI?. Makna HARLA adalah memulai suatu kehidupan yang baru, memulai sesuatu yang baru, sebagaimana awal dalam menjalani cita-cita KOHATI yang dimulai betul-betul dari bawah, dari awal perjalanan berdirinya KOHATI hingga sekarang ini.
Kalau biasanya pada saat HARLA mendapatkan ucapan selamat, dari anggotanya. Namun bagi KOHATI kado terindah adalah para kadernya mampu memanifestasikan apa yang menjadi acuan perjuangan yang tertera dalam PDK dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang melahirkan kader-kader KOHATI yang menjadi jembatan bagi saudara-saudaranya, lingkungannya, terkhusus dirinya pribadi. Selain doa yang indah, tentunya adalah kebersamaan (ukhuwah) yang dilandasi iman, dan kebersihan hati dalam menyikapi persoalan yang akan dihadapi. Inilah yang harus dimiliki para kader KOHATI hari ini, esok dan tentunya selamanya.

POSISI KOHATI DI HMI
Sebagai organisasi kader, misi HMI dapat ‘dibantu’ dikembangkan dalam bidang keperempuanan. Namun perubahan yang mendasar dapat dilakukan dalam suatu wadah pengembangan organisasi, yang di HMI disebut dengan KOHATI. Eksistensi KOHATI menjadi satu hal yang sangat penting, karena ia menjadi “laboratorium hidup” dalam menghasilkan HMIWati yang berkualitas menghadapi masa depan. Kualitas yang dihasilkan adalah kualitas terbaik sebagai seorang putri terhadap orang tuanya, seorang ibu bagi anak-anaknya, seorang istri bagi suaminya kelak, serta menjadi seorang anggota masyarakat.
Adalah suatu hal naif bila dikatakan eksistensinya menjadi kehilangan makna. Di kelompok manapun, suatu kelembagaan berdasarkan segragasi seks niscaya diperlukan. KOHATI (Korp HMI Wati) sebagai sebuah lembaga keperempuanan yang ada di Himpunan Mahasiswa Islam tentulah juga memiliki peran penting dalam pergerakan perempuan di Indonesia. Sejak didirikannya pada tanggal 17 September 1966, peranannya dirasakan bukan hanya di lingkungan internal organisasi, namun pula masyarakat secara keseluruhan.
Sebagai lembaga perkaderan, KOHATI sesungguhnya memiliki tujuan yang mulia, yakni terbinanya muslimah yang berkualitas insan cita. Berbagai dinamika perkembangan KOHATI dari periode ke periode menunjukkan karakter dan pencirian yang berbeda-beda. Misalnya saja dapat dilihat pada awal pembentukannya, terdapat tiga semangat yang melatarbelakangi lahirnya KOHATI ini, yakni eksistensi, aktualisasi serta akselerasi.
Eksistensi yang dimaksud adalah adanya suatu semangat dan kesadaran dari kaum hawa untuk dapat menjadi subjek dalam pembangunan bangsa. Sedangkan, aktualisasi bermaksud untuk menyatakan dalam tindakan nyata untuk mengadakan pembaharuan dan perbaikan dalam menghadapi tantangan zaman yang senantiasa berubah. Serta, akselerasi adalah semangat dalam melakukan percepatan peran sosiologis dan politis, yang ditunjukkan sebagai lembaga.
Tentulah sejak didirikan, KOHATI mengalami tantangan zaman yang luar biasa mempengaruhinya. Almarhum Anniswati secara luar biasa pula pernah menuliskan bahwa ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita bersama dengan keberadaan lembaga ini. Hal tersebut antara lain peningkatan kualitas KOHATI secara periodik dan kontinue di tingkat pusat, regional dan cabang; kepemimpinan KOHATI yang handal, kompak dan terdiri atas berbagai disiplin ilmu, adanya pemanfaatan para alumniwati di setiap periode bagi perkembangan KOHATI; adanya pembinaan langsung dari HMI; serta berbagai program tukar informasi. Dikatakan luar biasa karena keseluruhan yang disebutkan oleh beliau masih dirasakan sampai sekarang.

UKHWUWAH ISLAMIYAH
Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu Daud)
Diriwayatkan oleh Imam Mlik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku dating ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu ampai dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku berkata,’Demi Alloh aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Alloh tidak lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Alloh aku cintai’. Lalu ia memegang ujung selendangku dan menariknya seraya berkata,’Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw, berabda,”Alloh berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”

Makna Ukhuwah Islamiyah
Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
1.Nikmat Allah (Q.S. 3:103)
2.Perumpamaan tali tasbih (Q.S.43:67)
3.Merupakan arahan Rabbani (Q.S. 8:63)
4.Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)

Perbedaan Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Jahiliyah:
Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat Islam
Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan akidah (missal:ikatan keturunan orang tua-anak, perkawinan, nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)

Peringkat-peringkat Ukhuwah:
Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan.
Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (H.R. Muslim)Ta’awun adalah saling membantu tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran
Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai
2. Memohon didoakan bila berpisah
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Manfaat Ukhuwah Islamiyah
1.      Merasakan lezatnya iman
2.      Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
3.      Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab-sebab permusuhan
Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang0orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada dan cinta, yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain.
Islam menginginkan dengan sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsur, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.

Makna Ukhwuwah Islamiyah
Untuk menggambarkan dalamnya persaudaraan dalam Islam (ukhuwah Islamiyah), Allah SWT menggunakan kata ikhwah, yang berarti ''saudara kandung'' (Q.S. 49: 10).
Ini berbeda dengan ikhwan, yang artinya ''berteman'', sebagaimana digunakan Allah dalam surat Ali 'Imran 103, untuk melukiskan bagaimana suku-suku Arab pada zaman Jahiliyah yang semula bermusuh-musuhan, kemudian bersatu setelah memeluk Islam.
Jadi, setelah berada dalam satu agama, setiap muslim adalah teman bagi yang lain. Dan setelah keislaman itu meningkat, setiap muslim seharusnya dapat memandang muslim lain sebagai saudara kandungnya.
Ukhuwah Islamiyah dapat diwujudkan -- seperti disabdakan Nabi SAW -- antara lain dalam bentuk bahwa seorang muslim harus dapat mencintai muslim lain sebagaimana ia mencintai diri sendiri; bahwa seorang muslim harus dapat merasakan kesulitan yang dialami muslim lain, sebagaimana sakit pada satu anggota tubuh dirasakan oleh seluruh anggota tubuh lain; bahwa seorang muslim harus saling menyokong, sebagaimana satu bagian bangunan menyangga bagian lain.
Di dalam Alquran, Allah SWT meminta agar seorang muslim tidak memusuhi, mencaci, mengolok-olok, dan berburuk sangka kepada muslim lain (Q.S. 49: 9-12). Yang perlu dikembangkan justru sikap saling memaafkan (Q.S. 24: 22). Bahkan sesama muslim perlu saling mendoakan (Q.S. 3: 159) dan awliya', lindung-melindungi (Q.S. 9: 71).
Kita jangan seperti orang kafir yang mengambil Taghut sebagai pelindung, karena mereka berjuang untuk keangkaramurkaan (Q.S. 2: 257 dan 4: 76). Dan kita jangan seperti orang munafik yang saling menyokong justru dalam menganjurkan yang munkar, melarang yang makruf, kikir, dan tak mengindahkan Allah (Q.S. 9: 67).
Persaudaraan Islam menghendaki wujud nyata, yaitu minimal pengorbanan dalam harta benda. ''Jika mereka tobat, mendirikan salat, dan membayar zakat, barulah mereka teman kalian seagama,'' tegas Allah SWT (Q.S. 9: 11). Yang harus dikeluarkan bukan hanya zakat, tapi juga infak (Q.S. 2: 195), yaitu kewajiban keuangan yang besarnya tergandung kerelaan (iman) penyumbang.
Wujud persaudaraan dalam Islam bahkan sampai kepada kesediaan mengorbankan nyawa. Allah berfirman: ''Bagaimana kalian tiadakan berperang di jalan Allah bagi orang-orang tertindas -- laki-laki, perempuan, dan anak-anak itu -- yang berseru, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kota ini, yang penduduknya berbuat zalim. Berilah kami perlindungan dari-Mu. Dan berilah kami pembela''' (Q.S. 4: 75).

Hakikat Ukhuwah yang Sebenarnya
Islam telah memberikan perhatian penuh akan adanya ikatan yang kuat pada sendi-sendi ukhuwah yang melahirkan di dalamnya cinta kerana Allah SWT dan menjadikan ukhuwah sebagai wasilah pengikat jiwa dan hati dan merupakan dasar pokok-pokok keimanan yang tidak akan sempurna keimanan seseorang kecuali dengannya dan tidak akan dapat direalisasikan kecuali dengan keberadaannya; bahkan dijadikan sebagai ikatan yang paling erat dari pokok-pokok keimanan dan kesempurnaan nilai-nilainya. Allah swt berfirman: “Hanyalah orang-orang beriman yang bersaudara”. (QS Al-Hujurat :10).
Dan Nabi saw bersabda: “Seorang muslim adalah saudara dengan muslim lainnya, tidak boleh menzaliminya, tidak membiarkannya, tidak merendahkannya dan tidak menghinakannya” . (Muttafaq alaih).
Dan Nabi saw juga bersabda: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang, cinta kasih dan empati adalah seperti satu tubuh, jika salah satu tubuh darinya mengadu pada suatu penyakit maka anggota tubuh lainnya akan merasa sakit dan demam”. (Muttafaq alaih)
Oleh kerana itulah di antara salah satu rukun dari rukun bai’ah kita adalah ukhuwah, dan di antara salah satu dasar perbaikan sosial secara universal yang dibawa oleh Islam adalah memproklamasikan adanya ukhuwah di antara umat manusia.

Makna Ukhwuwah
Imam al-Muassis (perintis) Hasan Al-Banna semoga Allah merahmatinya berkata: “Yang saya maksudkan dengan ukhuwah adalah : mengikatnya hati-hati dan jiwa-jiwa ini dengan ikatan aqidah, dan aqidah merupakan ikatan yang paling kukuh dan paling mahal harganya, dan ukhuwah adalah saudara keimanan, sementara perpecahan adalah teman dari kekufuran, kekuatan yang utama adalah persatuan dan tidak ada persatuan tanpa cinta, dan cinta yang paling rendah adalah lapang dada, sementara yang paling tinggi adalah itsar(mengutamakan saudaranya).
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (QS Al-Hasyr : 9)
Al-akh yang jujur adalah yang melihat saudaranya lebih utama daripada dirinya sendiri; kerana jika tidak dengan mereka maka dirinya tidak bersama dengan yang lainnya dan jika mereka tidak bersama dengannya maka mereka akan bersama dengan yang lainnya; Sesungguhnya serigala akan makan kambing yang tersesat sendirian”. (HR Abu Daud dan ditashih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Dan nabi bersabda:“Seorang mu’min terhadap mu’min yang lainnya seperti bangunan, saling memperkukuh sebahagiannya dengan sebahagian lainnya”. (Muttafaq alaih) “Dan orang-orang beriman laki-laki dan wanita sebahagian mereka menguatkan sebahagian lainnya”. (QS At-Taubah : 71).Demikianlah Yang Seharusnya Berlaku.

Ukhuwah menurut kami adalah agama, dan jamaah ini masih terus :
1.     Bercita-cita dan bersemangat untuk mewujudkan ukhuwah yang benar dan sempurna di antara mereka.
2.      Bersungguh-sungguh untuk tidak mengeruhkan kemurnian dan kesucian hubungan mereka sedikitpun
3.      Menyedari bahwa ukhuwah dalam agama adalah sebaik-baik wasilah yang dapat mendekatkan diri dengannya kepada Allah.
4.         Tetap memelihara kemuliaan darjat yang tinggi.
5.        Bercita-cita untuk sentiasa memperhatikan hak-haknya sehingga mampu membersihkan hal-hal yang boleh mengeruhkan suasana dan dari bisikan-bisikan syaitan dan para ulama telah menjadikan serendah-serendah darjat ukhuwah adalah berinteraksi dengan saudaranya dengan apa yang dicintai dalam berinteraksi dengannya.
Dan di antara hak-hak ukhuwah adalah sabar terhadap kesalahan al-akh sampai dirinya mampu mengembalikannya kepada kebenaran tanpa diperbesarkan (disiarkan) akan kesalahannya atau menyebarkan kesalahan dan kekeliruannya.
Abu Darda berkata: “Jika saudara kamu berubah dan bertingkahlaku berbeza dari apa yang ada dalam dirinya maka janganlah ditinggalkan kerana hal tersebut; kerana boleh jadi saudara kamu bengkok (salah) pada suatu ketika namun lurus kembali pada ketika yang lain”. Ibrahim An-Nakha’i berkata: “Janganlah engkau memutus hubungan saudara atau meninggalkannya di sisi serigala, kerana boleh jadi suatu kali dirinya salah namun esoknya dapat ditinggalkan”.
Dalam atsar yang lain disebutkan: Nabi Isa berkata kepada al-hawariyun: Bagaimana kamu memperlakukan saudara kamu jika melihatnya tidur lalu angin bertiup dan menyingkap pakaiannya? Mereka menjawab: akan kami singsingkan bajunya dan menutupinya. Nabi Isa berkata: namun kamu akan menyingkapkan auratnya! Mereka berkata: Maha suci Allah! Siapakah yang melakukan demikian? Beliau berkata: Salah seorang dari kamu yang mendengar ucapan tentang saudaranya kemudian ditambah-tambah olehnya dan disebarkannya dengan sesuatu yang lebih darinya”.
Dan bahkan pada ketika berbeza pendapat dengan saudaramu yang lain, maka ikatan ukhuwah seharusnya mampu melindungi mereka dari terjadinya saling membuka aib atau menyebarkan syubhat atau membuat cerita bohong dan hendaknya mereka memelihara ungkapan seorang ulama fiqh iaitu Imam Syafi’i semoga Allah merahmatinya: “Orang yang merdeka adalah orang yang mampu melindungi kasih sayang sesaat, dan patuh pada orang yang memanfaatkannya ucapannya”.
Dan disebutkan : Jika terjadi ghibah (umpatan) maka hilanglah ukhuwah. Begitu indah dan lembut ungkapan seorang salaf yang menyampaikan nasihat kepada saudaranya :
“Sampaikanlah kepada saya; saya telah jahat seperti yang engkau katakan Kerana itu, di manakah kasih sayang dalam ukhuwah Atau jika kamu jahat sebagaimana aku jahat
Maka, dimanakah kurniamu dan kasih sayangmu”.
Dan bukanlah bahagian dari akhlak seorang akh muslim ketika ia selalu menceritakan sebab-sebab keaiban pada ketika ia berbeza pendapat dengan saudaranya atau yang lainnya, atau berusaha meremehkan kelebihannya, atau menghina perbuatan dan pemberiannya. Al-Faruq, Umar bin Al Khattab memberikan satu nasihat: “Janganlah cintamu dijadikan sebagai bebanan, dan jangan jadikan pula marahmu sebagai kehancuran. Kemudian ada yang bertanya: apakah maksudnya? Umar berkata: “Jika kamu mencintai, jangan berlebihan seperti cintanya seorang bayi pada sesuatu secara berlebihan, dan jika kamu marah maka jangan membuatkan kamu senang dengan hancurnya saudara kamu dan celaka”. (HR Bukhari dalam kitab Al Adab).
Hasan bin Ali berkata: “Janganlah kamu berlebihan dalam mencintai sesuatu, dan jangan pula berlebihan dalam membenci sesuatu, dan barangsiapa yang menemukan pada saudaranya tanpa (penutup) maka janganlah disingkap lagi”. Dan di antara hak-hak ukhuwah adalah memberikan nasihat dengan adab-adab syar’i :
1. Jangan diceritakan di depan umum.
2. Jangan disakiti dihadapan khalayak ramai dan pada suatu institusi.
3. Jangan diungkap rahsia dirinya.
4. Jangan dibuat-buat cerita yang dusta.
5. Tidak dibenarkan penggunaan segala cara terhadap suatu kesalahan.
6. Tidak ada “mujamalah” dalam menghitung suatu kebenaran.
7. Tidak cenderung kepada sakit hati dan kemenangan kepada hawa nafsu.
8. Harus dengan nasihat yang aman dan benar serta jujur.
9. Bebas dari tuduhan.
10. Ditunaikan sesuai dengan amanah.
11. Diiringi dengan kasih sayang.
12. Mampu menumbuhkan perasaan ukhuwah.

Ukhuwah Adalah Rahsia Kekuatan Dakwah kita
Sesungguhnya ukhuwah yang kami sebutkan hak-haknya, wahai saudaraku adalah sebuah batu yang mampu menghancurkan gelombang konspirasi dan usaha menguasai dakwah kita yang penuh berkah ini dan ia merupakan titik awal sebuah kemenangan. “Dan jika mereka bermaksud menipumu. Maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu) . Dialah yang memperkuatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu’min, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana. Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu”.(QS.Al-Anfaal : 62-64)
Nabi saw telah memberitahu kita dengan jelas dan terang:
“Jauhilah kamu akan buruk sangka, kerana buruk sangka adalah sedusta-dusta ucapan, dan janganlah kamu saling menduga-duga, jangan saling mengintai, jangan saling hasad, jangan saling berkonspirasi, jangan saling benci (marah), namun jadilah kamu hamba Allah yang saling bersaudara”. (Muttafaq alaih).
Umat Islam di zaman awal memahami dari Islam akan makna ukhuwah ini, meresap ke dalam aqidah dan agama Allah secara kekal akan perasaan cinta dan bersatu serta berkasih sayang dan fenomena yang paling mulia adalah ukhuwah dan ta’aruf sehingga seakan-akan mereka menjadi peribadi yang satu, satu hati, satu tangan, maka Allah pun mewujudkan pada mereka kemenangan, kemuliaan dan kejayaan.
Oleh kerana itu, marilah kita berpegang teguh pada ukhuwah yang kekal ini yang niscaya tidak akan hilang sekalipun dunia akan hancur, sekalipun hari-hari akan hilang dan berlalu namun ukhuwah akan tetap kekal sepanjang masa dan hendaklah kita terus memelihara dan bercita-cita untuk menunaikan hak-hak ukhuwah ini, merasakan nilai-nilainya, menjaga wirid Rabithah setiap hari.

Bersihkan Hati Setiap Hari
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali orang merasa dirinya tiada dosa. Padahal, sekecil apapun, dosa-dosa itu tetap saja mengotori. Hati kita sangat peka terhadap kotoran. Walau kita merasa tidak mengotorinya, pasti ada saja noda masuk dan menutupinya. Tadinya bisa jelas melihat kebaikan dan keburukan, lalu menjadi kabur karena tertutupi syahwat dan kepentingan pribadi.
Dalam sebuah perjalanan melewati padang pasir yang gersang, Rasulullah SAW bersama para sahabat berhenti sejenak. “Cari dan kumpulkan ranting-ranting kayu” kata Rasulullah. Para sahabat heran, bagaimana mengumpulkan ranting kayu di tengah padang pasir? “Kalau mencari ranting kayu di sini, tentu tidak ada, ya Rasul?” sahut para sahabat. “Cari dan kumpulkan ranting kayu!” Rasulullah mengulang perintahnya. “Bagaimana akan kita kumpulkan ranting di padang pasir ini? Padahal pohonnya saja tak tumbuh di sini?” “Carilah dan kumpulkan ranting kayu” kata Rasulullah sekali lagi.
Para sahabat pun akhirnya mengais-ngais pasir ke sana kemari. Ada satu dua ranting ditemukan dan dikumpulkan. Tak disangka, setelah beberapa lama, ternyata ranting kayu yang terkumpul jumlahnya cukup banyak. “Wahai sahabat, berkumpullah kemari!” Rasulullah memanggil. Para sahabat pun menyambutnya dan mendengarkan pesan yang akan disampaikan beliau dengan penuh perhatian. “Seperti inilah dosa-dosamu setiap hari. Sepertinya terlihat tidak ada, padahal kelak di hadapan ALLAH SWT ternyata terkumpul banyak.” Para sahabat terhenyak. Kini mereka sadar dan paham dengan maksud Rasulullah. Kita harus selalu membersihkan hati setiap hari. Pembersih hati itu antara lain dengan istighfar, mohon ampun kepada ALLAH. Dengan hati yang bersih, pikiran pun jernih. Beramal kebaikan menjadi ringan dan bertolong-menolong pun kian mudah dilakukan. Semoga ampunan ALLAH kita dapatkan.

Bersihkan Hati Untuk Membangun Ummat
Kalau ada diantara kita yang ditanya : berapa kali kamu membersihkan hatimu dalam sehari?, pasti dia akan merasa heran dan kaget dengan pertanyaan ini. Dia akan tertegun sejenak dan tidak tahu harus menjawab dengan apa !!. Tapi kalau ditanya : berapa kali kamu mandi dalam sehari?, maka dia akan segera menjawab tanpa berfikir panjang lagi, karena mandi dan memberisihkan anggota badan yang di luar adalah suatu hal yang biasa dalam hidup kita, tetapi membersihkan hati dari kotorannya adalah suatu hal yang masih jarang kita jumpai.
Saudara-saudaraku, kita bisa saja sangat perhatian dengan kebersihan badan kita, tetapi kita tidak terlalu memperhatikan wudhu’ kita !!. Apa kita bisa menyadari kenapa itu bisa terjadi ?. Ini disebabkan karena kita kurang memperhatikan kesucian bathin kita, hati yang ada di dalam badan kita, bagaimana keadaan dan kondisinya sekarang?, apakah hati itu masih hidup atau sudah hancur dan mati? Apakah dia dipenuhi dengan keimanan yang hakiki atau justru dipenuhi dengan berbagai macam penyakit yang merusak dan menghancurkannya?.
Sesungguhnya hati yang bersih, suci dan penuh taqwa adalah hati yang terbebas dari penyakit iri, benci, dendam, riya, hasad dan buruk sangka. Hati yang tidak disibukkan dengan pergolakan jiwa yang dipicu oleh kebencian terhadap teman-temannya hanya karena persoalan-persoalan dunia yang tiada nilainya, yang menyebabkan dia tidak bisa tidur malam untuk menenangkan fikirannya di siang hari, dia senantiasa memikirkan bagaimana caranya bisa membalas dendam.
Dari Abdullah bin ‘Amru dia berkata : Rasulullah pernah ditanya, Siapakah orang yang paling utama ? Beliau menjawab : “orang yang hatinya makhmum (suci), lidahnya jujur. Mereka (para sahabat) berkata : Kami mengerti tentang lidah yang jujur, tapi apakah yang dimaksud dengan hati yang makhmum ? Beliau menjawab : yaitu hati yang bertaqwa lagi suci, tidak ada dosanya, tidak zhalim, tidak curang dan tidak hasad ( dengki )”.
            Bagaimanakah dengan hati anda ? Kalau dia telah mati maka bersahabatlah dengan orang yang hatinya masih hidup. Alangkah jauh bedanya antara orang sudah mati tapi ketika mengingat mereka hati ( kita )menjadi hidup, dengan orang yang masih hidup tetapi bergaul dengan mereka hati ( kita ) menjadi mati.
Luqman pernah menasehati anaknya: wahai anakku, bergaullah dengan para ulama, dekatilah mereka, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan tanah dengan air hujan.
Wahai saudaraku, hati adalah sumber kekuatan di tubuh, dia ibarat kunci kontak (untuk tubuh), kalau seandainya dia bersih maka anggota tubuh yang lain akan berfungsi dengan baik, tapi kalau seandainya dia rusak maka kemampuan menerima dan bekerja pada anggota tubuh yang lain akan kacau dan tidak normal. Hati – sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – merupakan sekumpulan darah yang apabila dia baik maka seluruh anggota badan akan baik, dan apabila dia rusak maka akan rusak juga seluruh anggota tubuh. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “ Sesungguhnya di dalam diri anak adam ada segumpal darah, apabila dia baik maka baik pulalah semua anggota badan, dan apabila dia rusak, maka rusaklah semua anggota badan, ketahuilah bahwa dia adalah hati”. Sebuah penjelasan yang sangat sempurna (dari Rasulullah), bagaimana tidak, karena beliau sudah diberi jawami’ kalim.
Ada suatu hal penting yang harus mendapat perhatian serius dari kita, yaitu kita sering mendengarkan Al-Qur’an, menghadiri majlis ilmu ( halaqah ), mendengarkan ceramah agama,  membaca buku dan sebagainya, tetapi di mana manfaat semua itu....? Kenapa tidak ada bekasnya ? Kenapa akhlak kita tidak menjadi lebih baik...? Kenapa perilaku kita tidak berubah? Dimana letak kesalahannya? Apa penyebabnya?. Sebabnya tak lain adalah karena kita tidak membiasakan diri dalam pendidikan keimanan, hati kita tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Sesungguhnya hati itu butuh untuk dibersihkan secara terus menerus, perlu disucikan dari berbagai penyakit yang sudah kita sebutkan di atas tadi, sehingga dia bisa berfungsi dengan baik untuk menerima dan memberikan perintah (kepada anggota tubuh yang lain) .
Penyakit-penyakit hati yang kita sebutkan tadi punya hubungan yang sangat erat dengan kondisi ummat kita sekarang ini, musuh kita belomba-lomba untuk menghancurkan kita seperti berlomba-lombanya hewan berebut makanan, kita tak ubahnya seperti buih yang banyak, kita telah menjadi santapan yang empuk, menjadi buruan yang gampang diambil oleh para musuh. Kemudian kita berkata : Kenapa semua ini bisa terjadi?. Ketahuilah semua itu karena kita juga.
Kelemahan yang kita rasakan, kekalahan, kehinaan kita dalam pandangan bangsa lain adalah karena penyakit yang kita derita, sehingga terjadilah perpecahan dalam barisan kita, kesatuan yang terkoyak dan kita saling menyalahkan, padahal seharusnya kita tegas menghadapi musuh, saling membantu diantara sesama kita. Tapi kita justru sebaliknya membalik ayat tersebut, betapa banyak keadaan yang kita putar balikkan, kenapa kita justru berburuk sangka kepada saudara kita...?. Carilah alasan yang baik (terhadap kesalahan saudara kita), kalau kamu tidak mendapatkan alasan yang wajar (masuk akal) maka katakanlah : barang kali dia punya alasan (melakukan itu) yang tidak saya ketahui, atau paling tidak salahkan hatimu sendiri dan katakan : wahai hati, betap kasarnya perasaanmu ini !!.
Kenapa sebagian kita iri dan dengki kepada yang lain ?, bukankah cita-cita kita satu? Bukankah masing-masing kita berjuang disalah satu medan juang Islam?. Kamu – wahai saudara – adalah salah satu benteng Islam, maka jangan sampai musuh masuk melewati daerah yang kamu jaga, kalau seandainya kamu tergelincir (dalam menjaga Islam) maka akupun akan ikut tergelincir dan semua kita akan tergelincir, karena kita semua bergandengan tangan dalam satu barisan untuk memperjuangkan sebuah bangunan, kalau ada salah seorang diantara kita terjatuh, maka semua (bertanggung jawab) membangunkannya dan menutupi kelemahannya untuk menjaga keutuhan bangunan dari keruntuhan yang akan datang saling menyusul. Kalau ada diantara kita yang tergelincir maka kita sama-sama menolongnya untuk bangun lagi, jangan sampai kita justru menjadi penolong syaitan dalam hal ini.
Demi kemashlahatan kita bersama maka kita harus saling membantu sehingga kita tetap kuat, cita-cita tetap terjaga dan terus berkembang dengan baik. Suatu hari Umar bin Khattab Radiyallahu 'anhu bertanya tentang orang lain yang dikenalnya, maka dikatakan kepadanya : orang tersebut sedang di luar Madinah meminum minuman keras, maka Umar menulis surat kepadanya yang isinya : Sungguh segala puji bagi Allah, tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Dia maha Pengampun segala dosa, Penerima taubat dan sangat keras hukuman-Nya. Maka laki-laki itu senantiasa mengulang-ngulangi membaca surat Umar tersebut dan dia menangis... sampai akhirnya dia pun taubat. Tatkala beritanya sampai kepada Umar, dia pun berkata : Itulah seharusnya yang kalian lakukan, kalau ada saudara kalian yang tergelincir maka luruskan dan bantulah dia serta berdoalah semoga Allah mengampuninya dan menerima taubatnya, janganlah kalian menjadi pembantu syetan dalam hal ini.
Akhirnya saya berani mengatakan : Bangkitlah wahai (para pengganti) Shalahuddin, selamatkanlah ummat dari kondisi sekarang ini ?!. Apakah para ibu sudah tidak sanggup lagi atau sudah menjadi mandul untuk melahirkan Shalahuddin pada masa sekarang ini ?. Kenapa kita tidak membuat strategi dan perencanaan yang bagus sebagaimana yang  dilakukan oleh Shalahuddin ketika membebaskan AL-Aqsha ?. Sesungguhnya Sunnatullah berlaku di muka bumi ini sebagaimana Sunnah-Nya juga berlaku kepada hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mau berusaha untuk mengubah diri mereka sendiri.
Permasalahan yang kita hadapi sangat riskan dan sulit, maka kita harus menghidupkan hati kita masing-masing, memperbaiki hubungan diantara kita untuk kembali menyatukan barisan menuju kebangkitan ummat kembali.
 
Bersihkan Hati, Jauhi Dengki
Hati adalah tempat lahirnya niat atau hasrat untuk bertindak. tempatnya taqwa juga dihati.Dalam haditsnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam berkata "Attaqwa Haahunaa". Artinya, Taqwa itu disini, seraya Rasulullah menunjuk dadanya.
Orang kerap mengatakan, menilai orang yang terpenting adalah hatinya.Itu Bisa Benar, karena Allah shubhaana wa taala memang tidak menilai apapun dari dikita kecuali hati dan amal.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda, sesungguhnya Allah tidak menilai bentuk tubuhmu, suaramu, tidak juga rupamu, tapi ia menilai hati dan amalmu.” Hati yang bersih, terhindar dari semua penyakit hati yang paling berbahaya adalah dengki.
Yang dimaksud disini, adalah sifat yag menginginkan sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, dan tak ingin oleh orang lain memiliki hal tersebut. Ini termasuk sikap yang curang. Sikap seperti itu kerap diistilahkan hasad, dan Rasulullah sangat melarang ummatnya memendam hasad.
Hati adalah tempat atau pusat segala perasaaan (emosi). Rasa sedih, senang, marah, benci, dendam dengki, cinta dan sebagainya ada dalam hati. Kondisi hati berpengaruh kuat pada kondisi badan atau anggota tubuh yang lain. Maka dengan itu diupayakan agar jangan sampai hati kita menjadi sakit. Beberapa penyakit hati selain dengki adalah takabur (sombong), riya (pamer), bakhil (pelit,kikir), serta wahn (cinta dunia dan takut mati) yang membuat kita menghindari atau lari dari jalan Allah.
Hasad digambarkan Nabi ibarat api yang memakan kayu bakar. Kebaikan itulah yang diandaikan kayu bakar, saat kita dengki, maka semua kebaikan kita akan habis, terbakar seperti kayu bakar. Sungguh sayang jika kebaikan tersebut itu hilang dan tak berarti. Cara yang paling mudah keluar dari lilitan kedengkian semacam ini, salah satunya dengan selalu mengharapkan kebaikan bagi orang lain.
Cintailah orang lain seperti mencintai diri sendiri. Dengan begitu kita tidak akan menyakitinya. Nabi pernah mengatakan, “Tidak sempurna keimanan seseorang di antara kalian, sebelum ia mencintai sesuatu pada saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”Rasul juga menegaskan orang-orang Muslim itu satu tubuh, salahsatunya sakit yang lain ikut sakit.
Dalam keseharian, sifat dengki memuncak manakala kita selalu iri dengan orang lain, sementara diri tidak punya daya meraih apa yang diperoleh orang tersebut.
Misalnya, sempatkan mengunjungi rumah sakit, rumah-rumah kumuh, dan di beberapa tempat banyak orang miskin terkumpul. Niscaya, hati bias ikut tersiram dan tergugah. Perlahan-lahan kesombongan dan dengki itu akan terkikis. Lain dengan sifat iri meraih ilmu setingi-tinginya , ini iri satu-satunya yang baik. Tapi, jangan pernah mengharapkan orang lain menjadi bodoh.
Bulan Ramadhan, sangat tepat untuk mengaplikasikan amalan-amalan yang sifatnya bukan untuk duniawi semata. Hilangkan dengki, agar amalan tidak berkurang. Dan selalu mengharapkan yang terbaik buat orang lain.(Muhammad Ikhwan Abdul Jalil).